Dari sisi penerapan hukum Islam Arab Saudi cukup dikenal, meskipun konon hanya berlaku bagi orang non Arab. Sebagai contoh, siapa yang bersalah dan terbukti secara hukum, maka dia akan dijatuhi hukuman sesuai aturan hukum Islam. Mencuri dikenai hukum potong (pergelangan) tangan, membunuh dikenai hukum qishas dengan hukuman pancung, dan seterusnya. Intinya, siapa yang bersalah, maka dia akan menuai balasannya.
Akan tetapi, dengan penegakan hukum Islam tidak sepenuhnya ditaati oleh semua orang yang ada di Arab Saudi. Ancaman hukuman yang berat dan tempat suci, tidak selamanya menjadikan orang menjauhi kejahatan. Alih-alih takut kualat yang sangat diyakini oleh banyak orang. Yang sangat menyedihkan lagi, tindak kejahatan itu justru terjadi di Masjidl Haram dan sekitarnya, seperti masjid, di depan ka’bah, mas’a (tempat sa’i) atau tempat-tempat lainnya.
Pertanyaannya, para pelaku kejahatan itu takut sama siapa? Sama Tuhan tidak takut, apalagi sama asykar (polisi atau tentara Arab) jenggotan yang mirip-mirip Hansip di negeri kita.... he2... Ini ada kisah yang sangat menyedihkan. Suatu hari di tengah kesibukan penulis sebagai petugas haji, ada ketua rombongan jamaah haji yang melaporkan tentang anggotanya yang baru saja kehilangan uangnya. Jumlah uangnya cukup besar, yaitu 3000 real dan 4,5 juta rupiah. Jika ditotal sekitar 12 juta rupiah. Tentu, jumlah yang sangat besar untuk ukuran jamaah haji Indonesia. Apalagi jamaah yang berasal dari kampung pelosok nusantara.
Penulis penasaran dengan coba mengorek informasi kepada sang pelapor kenapa hal tersebut dapat terjadi. Menurut penuturannya, si jamaah yang memang sudah sepuh itu terpisah dari rombongannya. Di depan Masjidil Haram, dia tengok kanan-kiri tidak menemukan rombongannya. Di raut wajahnya terlihat seperti kebingungan. Maklum, di tengah kepadatan dan lautan manusia, sementara dia baru pertama kali ke Masjidil Haram. Si jamaah terlihat kalut dan bingung.
Di tengah kebingungan itu, tiba-tiba ada orang berwajah Indonesia mencoba mendekatinya dan bertanya: bapak kenapa? Tanya orang itu mencoba mengawali pembicaraan. Lagi mencari rombongan saya. Jawab si jamaah. Kalau begitu, bapak mau saya tolong? Tanya lagi. Dengan senang hati, si jamaah menjawab, boleh pak. Boleh saya pinjam tas paspor bapak? Si pendatang meminta. Tanpa ragu-ragu, si jamaah menyerahkan tas paspor yang birisi duit jutaan rupiah itu. Sambil pura-pura memeriksa identitas jamaah, si pendatang dengan cepat membalikkan badan dan mengambil uang dan langsung memindahkan ke kantongnya tanpa diketahui si jamaah karena situasui sangat padat. Setelah berhasil mengambil uang si jamaah yang tidak disadari pemiliknya, si pendatang mengembalikan tas tersebut sambil bilang begini: kalau begitu bapak tunggu sebentar disini, jangan kemana-mana, nanti saya akan kembali bersama dengan rombongan bapak.
Karena telah sekian lama menunggu di depan Masjidil Haram, ternyata orang yang pura-pura mau menolong itu tidak kunjung datang. Akhirnya si jamaah pulang dengan gontai karena lapar tanpa tahu arah yang akan dituju. Dia semakin panik karena sudah berjam-jam belum ketemu dengan rombongannya. Bingung, cemas, takut tidak dapat pulang ke pemondokan terus menggelayuti perasaannya selama pencarian.
Beruntung, dia ketemu petugas haji dan akhirnya diantar ke pemondokannya. Kedatangannya mengundang haru keluarga dan rombongannya karena dicari-cari dan ditunggu lama tidak ketemu juga. Tangisan pun pecah membahana karena orang yang dicari telah datang.
Nah, di tengah keharuan itu, si jamaah bermaksud membuka tas paspornya. Tapi tiba-tiba dia teriak: mana uangku, setelah dikorek-korek, dibolak balik isi tasnya, ternyata tidak ada sedikitpun uang yang tersisa, baik real maupun rupiah. Si jamaah baru sadar, ketika di depan Masjidil Haram ada orang yang membuka tasnya untuk mencari identitas dan ingin menolong mencari rombongannya. Tangispun kembali terjadi untuk kedua kalinya. Jamaah yang sudah tua renta, setelah hilang berjam-jam dengan muka lelah, ternyata uangnya pun raib diambil penjahat.
Belum berhenti sampai disitu, penulis terus mengorek proses terjadinya tindak kriminal tersebut. Menurut sang pelapor (ketua kloter), si penjahat tadi berwajah orang Indonesia. Bahkan dia menggunakan bahasa jawa. What? Bahasa Jawa? Ya Allah, ya rabbal ‘alamain…. Kejam sekali si penjahat itu! Kok tega-teganya dia menipu jamaah yang sudah tua renta yang sedang bingung. Kok sesama bangsa sendiri tega menipu. Bukankah tanah suci itu negeri orang? Dimana hati nurani penjahat itu? Astaghfirullahal ’adzim.
Jenis-jenis kejahatan
Perlu dikatahui, bahwa kasus-kasus kejahatan di atas hanya salah satu contoh saja. Masih banyak modus operandi kejahatan yang terjadi di sekitar Masjidil Haram. Agar anda terhindar dari tindak kejahatan, di bawah ini dijelaskan beberapa kejadian yang sering terjadi, yaitu:
Pertama, pencopetan. Tindak pencopetan bukan saja terjadi di bus Metro Mini, Kopaja, Koantas Bima atau tempat-tempat umum di tanah air. Tapi anda jangan kaget, hal itu juga ternyata banyak terjadi di tengah jamaah haji kita yang sedang sibuk-sibuknya beribadah. Momen yang paling disukai oleh para pencopet adalah pada saat jamaah haji Indonesia melalukan umrah pertama begitu sampai di Mekah, khususnya ketika thawaf dan sai di waktu-waktu padat.
Memang menjadi keprihatinan, ada kebiasaan jamaah haji Indonesia yang suka membawa uang dalam jumlah banyak ketika akan melaksanakan umrah begitu sampai di Makkah. Mereka merasa bimbang antara meninggal di pemondokan atau dibawa umrah.
Rata-rata jamaah haji Indonesia begitu sampai pondokan buru-buru ingin menyelesaikan umrah tanpa mempedulikan kondisi badan yang lelah setelah perjalanan panjang Madinah-Mekah atau Indonesia-Jedah-Mekah. Repotnya lagi, mereka sering kurang mendapat perhatian dari para pembimbing ibadah KBIH tentang pentingnya menjaga keamanan barangnya dan cara mengenali wilayah dengan baik. Memang dapat dimaklum, meskipun sudah diberi pengarahan, sering jamaah kita tetap bandel. Mungkin karena kurang percaya atau mungkin mereka tidak mengerti informasi yang disampaikan. Apalagi banyak jamaah haji Indonesia yang tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
Kedua, pengambilan barang atau tas di tempat-tempat wudhu atau toilet. Barangkali jamaah Indonesia lebih berpikir, berhusnudzan, bahwa di sekitar Masjidil Haram tidak akan ada tindak kejahatan. Disamping dianggap bertujuan untuk ibadah, mereka juga berfikiran, masa tega mengambil barang milik orang yang ingin atau sedang beribadah. Tapi apa mau dikata?
Memang, berhusnudzan boleh-boleh saja bahkan harus, tapi jangan sampai mengurangi kewaspadaan. Dilihat dari penampilan luarnya, orang yang ada di sekitar Masjidil Haram semuanya saleh, tapi tidak ada yang mengetahui isi kepala person per person. Bisa jadi, banyak orang datang ke Masjidil Haram hanya bertujuan untuk mencuri, mencopet atau menjambret dengan berpura-pura sebagai jamaah haji.
Oleh karena itu, berhatilah-hatilah meletakkan barang, meskipun hanya sebentar ketika wudhu di sekitar Masjidil Haram sekalipun. Karena memang ini benar-benar terjadi dan banyak kasusnya. Ketika wudhu, kebiasaan orang Indonesia meletakkan barang, seperti tas, HP, jam tangan atau benda lainnya di samping kita. Tapi apa lacur, begitu selesai wudhu, ditengok barangnya telahr aib! Jangan kaget, karena para pencurinya ikut wudhu juga!
Ketiga, penjambretan. Kalau mencuri masih dianggap mendingan karena tanpa kekerasan dengan mengambil barang secara sembunyi-sembunyi. Tapi menjambret dengan kekerasan termasuk tindakan yang memang nekad. Biasanya para pelaku melakukan dengan dengan kecepatan tinggi pada saat jamaah sedang padat. Tas paspor yang berisi uang atau barang berharga ditarik, kemudian hilang di tengah kerumunan massa yang sangat padat. Ingin mengejar para pelakunya? Hampir dipastikan mustahil, karena situasinya sangat padat.
Obyek penjambretan rata-rata yang diincar itu berupa tas paspos khas Indonesia yang disediakan oleh Air Lines, Garuda Indonesia atau Saudi Air Lines. Tapi bisa jadi ada juga yang mengincar jam tangan atau perhiasan yang digunakan oleh jamaah perempuan. Lagi pula jika ingin beribadah, untuk apa membawa uang dalam jumlah besar, apalagi perhiasan yang mencolok?
Keempat, penipuan pura-pura menolong. Seperti yang dijelaskan di atas, ada orang yang pura-pura baik. Biasanya para pelaku justru dari bangsa kita sendiri, yaitu orang Indonesia yang tinggal di sana (mukimin). Kok tega? Untuk urusan perut memang tidak kenal dosa, termasuk tidak takut masuk penjara Arab.
Melihat dari banyaknya laporan ke petugas haji, rata-rata para pelaku penipuan justru orang Indonesia yang tinggal disana. Mereka sangat paham betul karakteristik orang Indonesia pada saat mereka pertama kali mengnjakkan kakinya di Masjidil Haram. Sepertinya mereka pelajari betul bagaimana peluang yang oke untuk bisa menipu jamaah. Para pelaku ada yang dari Madura, Jawa, NTB, Banjarmasin dan lain sebagainya. Asal daerah para pelaku memang kebanyakan dari daerah-daerah tersebut karena jumlah perantaunya cukup banyak. Meskipun tidak menutup kemungkinan dari daerah lain juga ada.
Selain cara penipuan di atas ada juga yang berpura-pura menjadi petugas haji. Mereka mengenakan pakaian petugas atau mirip petugas. Mereka berpura-pura menolong, apalagi mereka bilang petugas haji Indoensia yang tugasnya melayani jamaah. Jamaah yang diincar biasanya adalah orang-orang tua yang sendirian dan jamaah perempuan yang lagi kebingungan. Kelima, pemaksaan membayar sejumlah real. Ini juga harus hati-hati. Para pelaku rata-rata orang Arab dan non Arab yang memang telah lama tinggal disana (mukimin).
Kejadian yang sering ditemukan adalah ketika jamaah melakukan tahallul di bukit Marwah. Jika tidak waspada, begitu jamaah menyelesaikan sa’i di bukit Marwah, tiba-tiba ada orang yang mendekat dan langsung memegang rambut untuk dipotong. Bagi yang tidak mengerti, mungkin berhusnudzan bahwa apa yang dilakukan orang itu menolong dan memudahkan orang melakukan tahallul. Dengan begitu jamaah tidak perlu repot-repot memotong rambutnya sendiri.
Namun, tidak jarang orang-orang tersebut ternyata sengaja untuk memotong rambut jamaah dengan maksud untuk meminta real. Tidak main-main, mereka sering meminta uang real dalam jumlah yang tidak wajar, sekitar 10 sampai 50 real. Kalau kita tidak menuruti, sering dia marah-marah. Tetapi kalau sudah terlanjur, maka harus ditawar saja. Misal, dia minta 50 real, maka tawar saja 10 real. Kalau minta 10 real, tawar saja menjadi 5 real atau dua real. Jika pandai menawar, mereka terpaksa menerima dan menyebut: indonesiyy bakhiiiiilllll....
Keenam, pelecehan seksual. Nah ini juga di luar dugaan. Bagaimana mungkin, di depan Ka’bah, sempat-sempatnya melakukan pelecehan seksual. Kalau di kereta Jakarta-Bogor atau bus way, masih dapat dimaklum. Ini kan di depan Ka’bah yang nota bene beribadah. Anehnya lagi, bukan hanya para jamaah perempuan saja yang menjadi korban, tetapi juga jemaah laki-laki bisa menjadi korban. Cerita ini bukan gosip dan bukan karangan. Karena memang situasinya sangat mendukung bagi terjadinya pelecehan seksual. Apalagi dalam suasana yang sangat padat, percampuran laki-laki dan perempuan memberi peluang berdesak-desakan dan bersenggol-senggolan yang tidak perlu. Ditambah lagi, banyak jamaah perempuan yang cantik-cantik.
Dari berbagai kejadian tindak kriminal di atas, maka bagi anda yang ingin melaksanakan ibadah haji lebih waspadalah, agar ibadah lebih nyaman dan aman. Semoga menjadi haji yang mabrur. Amin.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
0 komentar:
Posting Komentar