Alkisah di negeri Arab ada seorang janda miskin yang mempunyai anak. Karena anaknya menangis kelaparan, janda itu terpaksa harus keluar rumah untuk mencari uang.
Di depan sebuah masjid, dia bertemu seorang muslim dan meminta bantuannya, “Anakku yatim dan kelaparan, aku minta pertolonganmu” kata janda itu menghiba.“Mana buktinya?” tanya lelaki muslim itu.Janda itu tidak dapat membuktikan karena dia sendiri orang asing di tempat itu. Akhirnya lelaki itu tidak menolongnya.
Setelah itu, janda miskin itu bertemu dnegna orang Majusi. Dia pun meminta bantuannya. Orang Majusi itu mengajak ke rumahnya, memuliakannya dan memberinya uang dan pakaian.
Pada malam harinya, lelaki muslim yang menolak menolong itu bermimpi berjumpa dengan Rasulullah. Semua orang mendatangi Nabi dan beliau menyambut mereka dnegan baik. Ketika tiba giliran lelaki itu menghadap Rasulullah, beliau mengusirnya dan menyuruhnya pergi. Lelaki itu berteriak, “Ya Rasulullah, aku ini umatmu yang mencintaimu juga”Rasulullah bertanya, “Mana buktinya?”
Lelaki itu tersadar, Rasulullah menyindirnya karena dia telah meminta bukti saat dimintai pertolongan. Dia menangis, Rasulullah lalu menunjukkan sebuah taman indah dan hunian indah di surga.“Lihat ini,” tutur Rasulullah. “Seharusnya semua ini kuberikan kepada mu. Tetapi karena kau tidak menolong janda dan anak yatim itu, kuberikan semua ini pada seorang Majusi”
Tidak ada kecantikan bagi seorang wanita, tiada pula keindahan, harga diri dan kedudukan kecuali beriman kepada Allah swt. Apabila dirinya tegak di... atas jalan ini, maka dia lah wanita yang mendapat petunjuk, diterima amalnya dan menjadi wanita pilihan disisi RabbNya. Namun, jika dia melepaskan jalan kebenaran tersebut,kafir terhadap Tuhannya, mengingkari agamanya dan melepaskan tuntutanNya, maka dia lah cermin kepada wanita yang murahan, hina dan terbuang. Pada saat itulah sinar kecantikan seorang wanita mulai menghilang, walau berkalung gugusan bintang di langit, meskipun bermahkota bintang gemini dan matahari terbit di keningnya. Wahai wanita muslimah yang jujur, wahai wanita mu'minah yang selalu kembali kepada Allah. Jadikanlah dirimu itu seperti sepohon kurma. Jauh dari keburukan, menjulang tinggi menghindar dari sifat mengangau.
Dilempar dengan batu dia menjatuhkan buahnya, tetap hijau pada musim panas mahupun dingin dan memberikan manfaat kepada sekalian manusia. Jadilah engkau orang yang menjauhi perkara-perkara yang rendah, keperibadianmu terjaga dari segala pola hidup yang menipu rasa malu. Ucapanmu adalah zikir, pandanganmu melahirkan ibrah, diammu adalah berfikir.
Saat itulah engkau mendapatkan ketenangan dan akan diterima oleh penduduk bumi. Tercurah segala pujian yang baik-baik, doa yang jujur dari semua makhluk, dan Allah swt akan menjauhkanmu dari awan kesempitan, bayang-bayang ketakutan, dan gumpalan kekeruhan. Tidurlah berbantalkan curahan doa orang-orang mu'min, lalu bangunlah untuk meraih pujian yang ditujukan kepadamu. Saat itulah engkau mula menyedari bahwa kebahagiaan bukan terdapat pada simpanan harta, kad kredit dan kereta, rumah yang bagaikan istana, mahupun pada kasih nya seorang manusia, namun pada ketaatan terhadap Zat Yang Maha Terpuji. Kedamaian hidup bukan pada hiasan keduniaan, bukan pula mengabdi kepada hamba, namun kepada kepatuhan terhadap Zat Yang Maha Mulia.
Pesanku, jadilah seorang wanita yang bermarwah, yang punya kedudukan tinggi di sisi Tuhannya. Di mana namanya sentiasa disebut-sebut dalam kalangan para malaikat, dan yang berjaya memperoleh cinta yang Teragung, iaitu cintanya Ya Rabb lantas menjadi wanita yang paling bahagia di dunia.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
Hari demi hari usiamu kian berkurang,Tapi engkau tidak pernah menyadarinya.Setiap hari Allah datangkan rezki kepadamu,Tapi engkau tidak pernah memujiNya.Dengan pemberian yang sedikit, engkau tidak pernah mau berlapang dada.Dengan pemberian yang banyak, engkau tidak juga pernah merasa kenyang.
Setiap hari Allah datangkan rezki untukmu.Tapi setiap malam malaikat datang kepadaNya dengan membawa catatan perbuatan jelekmu.Engkau makan dengan lahap rezkiNya,Tapi engkau tidak segan-segan pula berbuat durjana kepadaNya.
Allah kabulkan jika engkau memohon kepadaNya,KebaikanNya tak putus-putus mengalir untukmu.Namun sebaliknya, catatan kejelekanmu sampai kepadaNya tiada henti.Allah adalah pelindung terbaik untukmu,Tapi engkau hamba terjelek bagiNya.
Kau raup segala apa yang Allah berikan kepadamu,Tapi Allah tutupi kejelekan yang kau perbuat secara terang-terangan.Tidak malukah kalian kepada Allah?
Engkau melupakan AllahTapi engkau ingat pula kepada yang lain.Kepada manusia engkau merasa takut,Tapi kepada Allah engkau merasa aman-aman saja.Pada manusia engkau takut dimarahi,Tapi pada kemurkaan Allah engkau tak peduli.
1.1 Latar belakang masalahWarisan itu uang dan uang itu sangat menggoda. Uang itu fitnah dan seringkali menjadi sebab pertumpahan darah. Rasulullah SAW memprediksi akan terjadi fitnah besar-besaran gara-gara warisan. Saudara menjadi musuh dan antar keluarga tak lagi bertegur sapa. Salah satu sebabnya adalah minimnya pengetahuan tentang ilmu waris atau ilmu Fara’idh. Ilmu yang diramalkan sebagai ilmu yang paling cepat sirna dari permukaan bumi ini juga disebut sebagai separo ilmu agama dalam hal kepemilikan harta. Waris adalah salah satu sebab kepemilikan dari beberapa sebab yang digagas Syari’. Islam memperhatikan urusan waris dengan perhatian yang luar biasa, sehingga al-Qur’an membahasnya secara khusus. Al-Qur’an menjelaskan aturan waris-mewaris dengan sangat terperinci. Tidak ada aturan hukum lain yang dijelaskan sedemikian rupa dalam al-Qur’an selain mengenai harta warisan. Al-Qur’an menjelaskan hukum-hukum waris dan keadaan seluruh pewaris secara menyeluruh dan memuaskan. Juga disebutkan di dalam al-Qur’an rincian besar kecilnya bagian harta warisan yang berhak diperoleh oleh ahli waris.Ketika meneliti pembahasan tentang ketentuan pembagian harta waris menurut syari’at Islam, ternyata dapat kita temukan beberapa asas yang menjadi ciri tersendiri dari aturan waris Islam (faraidl), yang membedakannya dari aturan waris lainnya. Asas-asas yang dimaksud adalah: asas Ijbari, asas bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang dan asas semata karena kematian.Tiap-tiap asas di atas mempunyai definisi dan penjelasan tersendiri. Dalam makalah ini, akan dibahas salah satu dari lima asas tersebut, yakni asas individual. Mengetahui seluk beluk asas individual, pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada pemahaman yang sempurna dari maksud dan tujuan di balik aturan waris mewaris menurut ketentuan hukum kewarisan Islam (faraidl).
1.2 Rumusan masalah Apa yang dimaksud dengan asas individual dalam hukum kewarisan Islam? Apa yang menjadi dasar hukum dari adanya asas individual dalam ilmu kewarisan Islam? Bagaimana pandangan Ulama’ mengenai asas individual dalam ilmu kewarisan Islam?
Ada seorang perempuan tua yang taat beragama, tetapi suaminya seorang yang fasik dan tidak mau mengerjakan kewajiban agama dan tidak mau berbuat kebaikan.Perempuan itu senantiasa membaca Bismillah setiap kali hendak berbicara dan setiap kali dia hendak memulai sesuatu senantiasa didahului dengan Bismillah. Suaminya tidak suka dengan sikap isterinya dan senantiasa memperolok-olokkan isterinya.Suaminya berkata sambil mengejek,"Asyik Bismillah, Bismillah. Sekejap-sekejap Bismillah."
Isterinya tidak berkata apa-apa sebaliknya dia berdoa kepada Allah S.W.T. supaya memberikan hidayah kepada suaminya. Suatu hari suaminya berkata : "Suatu hari nanti akan aku membuat kamu kecewa dengan bacaan-bacaanmu itu."Untuk membuat sesuatu yang memeranjatkan isterinya, dia memberikan uang yang banyak kepada isterinya dengan berkata, "Simpan uang ini." Isterinya mengambil uang itu dan menyimpan di tempat yang aman, di samping itu suaminya telah melihat tempat yang disimpan oleh isterinya. Kemudian dengan senyap-senyap suaminya itu mengambil uang tersebut dan mencampakkan uang itu ke dalam perigi di belakang rumahnya.
Setelah beberapa hari kemudian suaminya itu memanggil isterinya dan berkata, "Berikan padaku uang yang aku berikan kepada mu dahulu untuk disimpan."Kemudian isterinya pergi ke tempat dia menyimpan uang itu dan diikuti oleh suaminya dengan berhati-hati dia menghampiri tempat dia menyimpan uang itu dia membuka dengan membaca, "Bismillahirrahmanirrahiim." Ketika itu Allah S.W.T. mengutus malaikat Jibrail A.S. untuk mengembalikan semua uang dan menyerahkan uang itu kepada suaminya kembali.
Alangkah terperanjat suaminya, dia merasa bersalah dan mengaku segala perbuatannya kepada isterinya, ketika itu juga dia bertaubat dan mulai mengerjakan perintah Allah, dan dia juga membaca Bismillah apabila dia hendak memulai sesuatu pekerjaan.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
hidayah dan taufik semata-mata dari Allah dan kita hanya bisa berusaha dan berusaha, namun namanya hidayah tetap kita serahkan pada-Nya.
Tidak usah jauh-jauh, cobalah kita perhatikan nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, penghulu para nabi. Lihatlah bagaimana kehidupan beliau. Perhatikanlah bahwa di waktu kecil saja, beliau dalam keadaan yatim, sudah ditinggalkan ibu bapaknya. Beliau tumbuh dalam keadaan fakir, lalu siapakah yang selalu menjaganya? Siapakah yang menumbuhkan keimanannya? Siapakah yang mewahyukan kitab suci Al Qur’an padanya? Dialah Allah subhanahu wa ta’ala, segala kenikmatan adalah dari-Nya, segala kemuliaan dan sanjungan berhak ditujukan pada-Nya.
Jika kita telah mengetahui hal ini, yakin bahwa yang memberi hidayah adalah Allah dan yakin pula bahwa setiap penjagaan adalah dari-Nya, maka hendaklah kita memanjatkan do’a pada-Nya agar anak dan keturunan kita menjadi sholeh dan baik. Mintalah pada-Nya agar keturunan kita senantiasa mendapat berkah, juga selamat dari berbagai bahaya dan kejelekan. Mintalah pada Allah, semoga mereka senantiasa mendapatkan perlindungan dari gangguan setan, manusia jahat, dan jin. Inilah kebiasaan orang sholih yang sebaiknya kita tiru.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
Hadist Shahih Bukhari No. 670-671 Jilid II670. Dari mughirah ra. Katanya ia mendengar dari Rasulullah saw. Bersabda: “ Sesungguhnya berdusta berkenaan dengan ucapanku tidaklah sama dengan dusta terhadap ucapan orang lain. Siapa yang sengaja berdusta tentang hadistku, maka hendaklah dia menempati tempatnya di neraka,”Saya mendengar juga Rasulullah saw. Bersabda: “Mayat yang diratapi, akan disiksa karena ratapan itu”.
671. Dari Ibnu Umar ra., katanya Nabi saw. Bersabda: “Mayat akan disiksa dalam kuburnya sebab ia diratapi.
Hadist Shahih Bukhari No. 679 Jilid IIDari Abdullah bin Umar ra., katanya: “Sa’ad bin Ubadah sakit, Nabi saw. Mengunjunginya bersama-sama dengn Abdurahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika Nabi tiba, ia sedang dikerumuni keluarganya. Nabi bertanya,”Telah berpulang?” Jawab mereka,:Belum Ya, Rasulullah!” Nabi saw. Menangis: orang banyak pun menangis pula melihat beliau menangis. Lalu beliau bersabda, “tidakkah kamu mendengar, bahwa Allah swt. Tidak meyiksa karena airmata dan tidak pula karena hati yang duka; tetapi Allah menyiksa karena ini (beliau menunjuk lidahnya) atau Allah mengasihi; sesungguhnya mayat itu disiksa karena ratap tangis keluarganya.
Al Qur’an menerangkan mengenai terputusnya amalan orang yang sudah meninggal.QS Al Baqarah 2:286Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."Dalam QS Al An’am 6: 164, seseorang akan menanggung dosa yang dia perbuat,Artinya: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."Kebaikan maupun kesesatan diakibatkan dari perbuatan seseorang tersebut, dalam QS Al Israa’ 17: 15 diterangkan,Artinya: Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.QS Fathiir 35:18
Artinya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[ ]. dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan sembahyang. dan Barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu).QS Az Zumar 39:7
Artinya: Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[ ]. kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.
Keselarasan dengan hadist Hadist riwayat Abu Huraiah , Rasulullah saw bersabda: “Jika manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yaitu:- Shadaqah jariyah- Ilmu yang bermanfaat- Anak shalih yang selalu mendoakan kedua orangtuanya(HR Muslim (5/73), lafadz ini darinya, juga Bukhari dalam Adabul Mufrad [hal.8], Abu Dawud [2/15], Nasa’I [2/129], at-Thahawi, al Musykil [1/28], Baihaqi [6/278], Ahmad [2/372]
Perlu diketahui, bahwa kisah diselamatkannya Musa ‘alaihissalam bersama pengikutnya serta ditenggelamkannya Fir’aun dan bala tentaranya, terjadi pada hari yang kesepuluh dari bulan Muharram. Itulah hari yang kemudian dikenal dengan nama hari ‘Asyura. Hari tersebut merupakan hari yang diberi keutamaan dan dimuliakan sejak dahulu kala. Sehingga Nabi Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana hadits yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa shahabat ‘Abdullah ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
Bahwasanya ketika masuk kota Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka: “Ada apa dengan hari ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka mengatakan: “Ini adalah hari yang agung, hari yang Allah selamatkan Musa dan kaumnya padanya serta Allah tenggelamkan Fir’aun dan pasukannya. Maka berpuasalah Musa sebagai bentuk rasa syukur dan kamipun ikut berpuasa padanya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kalau demikian, kami lebih berhak dan lebih pantas terhadap Musa daripada kalian.” Maka berpuasalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari tersebut serta memerintahkan para shahabatnya untuk melakukan puasa pada hari itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dari hadits tersebut, kita dapatkan pelajaran bahwa para nabi adalah orang-orang yang menjadikan kemenangan sebagai sesuatu yang patut disyukuri, yaitu dengan menampakkan bahwa kemenangan datangnya adalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan manusia adalah makhluk yang lemah serta membutuhkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mendorong dirinya untuk beribadah dengan ikhlas kepada-Nya. Maka Nabi Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari tersebut. Begitu pula nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga tidak semestinya hari kemenangan itu justru dijadikan sebagai hari yang dirayakan untuk menampakkan kebanggaan atas kemampuan dan kekuatan bangsanya. Sehingga dirayakan dengan pesta-pesta dan foya-foya. Atau dengan mengadakan acara-acara hiburan serta petunjukan-pertunjukan yang sarat kemaksiatan. Namun semestinya hari tersebut mengingatkan akan kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mendorong untuk menjalankan dan menegakkan syariat-Nya.Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah,isebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa ‘Asyura, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْـمَاضِيَةَ
“Puasa tersebut menghapus dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
Namun untuk menghindari keserupaan dengan ibadah orang-orang Yahudi dan Nashara, Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada umatnya untuk berpuasa pula pada hari sebelumnya. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih-nya dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau berkata:
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para shahabatnya untuk berpuasa pada hari tersebut, mereka (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, hari ini (‘Asyura) adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashara.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika aku menjumpai tahun yang akan datang, insya Allah aku akan berpuasa pula pada hari yang kesembilannya.” Abdullah ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Namun sebelum datang tahun berikutnya, Rasulullah sudah wafat.” (HR. Muslim)
Dari hadits-hadits tersebut, dapat kita pahami bahwa kaum muslimin disunnahkan untuk berpuasa pada hari yang kesembilan dan kesepuluh pada bulan Muharram, hari yang dikenal dengan Tasu’a dan ‘Asyura. Bahkan sebagian ulama menyebutkan disyariatkannya pula untuk berpuasa pada hari setelahnya yaitu hari yang kesebelas, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashara. Wallahu a’lam bish-shawab.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk melakukan puasa pada hari tersebut, dan mudah-mudahan kita mendapatkan keutamaan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan.
Benarkah urusan jodoh, usia dan rezeki adalah takdir-takdir Tuhan?
(X-Jakarta)
Jawab :
Rezeki, jodoh dan usia adalah takdir Tuhan, itu benar demikian. Tetapi bukan hanya itu. Segala sesuatu ada takdirnya. Allah yang Menciptakan segala sesuatu, lalu Dia menetapkan atasnya qadr atau ketetapan dengan sesempurna-sempurnanya (QS Al-Furqan[25]:2). Allah telah menetapkan bagi segala sesuatu ketetapan(QS Al-Thalaq[65]:3). Banyak sekali ayat Al Quran yang mengulang hakikat tersebut. Walhasil, segala sesuatu termasuk manusia ada takdir yang ditetapkan Allah atasnya. Tidak ada sesuatu yang tanpa takdir termasuk terhadap manusia.
Kata takdir terambil dari kata qaddara yang berasal dari akar kata qadara yang, antara lain, berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran sehingga takdir adalah yang memberi kadar/ukuran/batas-batas tertentu dalam diri, sifat dan kemampuan maksimal, bagi setiap makhluk-Nya. Namun demikian, manusia tetap diberi kemampuan memilih yang mana di antara ukuran-ukuran yang ditetapkan Tuhan itu yang dapat diambil.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
1 . Bulu keningMenurut Bukhari " Rasullulah melaknat perempuan yang mencukur( menipiskan bulu kening atau meminta supaya dicukurkan bulu kening) " Riwayat Abu Daud Fi Fathil Bari
2 . Kaki ( tumit kaki )" Dan janganlah mereka ( perempuan ) membentakkan kaki( atau mengangkatnya ) agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan " An-Nur : 31
a ) menampakkan kakib ) menghayungkan/melenggokkan badan mengikut hentakkan kaki
3 . Wangian" Siapa sahaja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya ,maka wanita itu telah dianggap melakukan zina dan tiap-tiap mata ada zina " Riwayat Nasaii , Ibn Khuzaimah dan Hibban
4 . Dada" Hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka " An-Nur : 31