Antara Syari'ah dan Fiqh



Oleh : Nadirsyah Hosen
Di bawah ini saya tuliskan sedikit penjelasan tentang Syari'ah dan Fiqh. Seringkali kita tidak bisa membedakan keduanya, sehingga kita menjadi "alergi" dengan perbedaan pendapat. Atau, biasanya, kita "ngedumel" kepada ulama yang punya pendapat lain, seraya berkata, "kita kan umat yang satu, kenapa harus berbeda pendapat!".
Dari penjelasan di bawah ini nanti akan terlihat bahwa kita bersatu pada masalah Syari'ah dan dimungkinkan untuk berbeda pendapat dalam masalah Fiqh.
Syari'ah memiliki pengertian yang amat luas. Tetapi dalam konteks hukum Islam, makna Syari'ah adalah Aturan yang bersumber dari nash yang qat'i.Sedangkan Fiqh adalah aturan hukum Islam yang bersumber dari nash yang zanni.
Penjelasan singkat ini membawa kita harus memahami apa yang disebut Qat'i dan apa pula yang disebut zanni.

1. Nash Qat'i

Qat'i itu terbagi dua: dari sudut datangnya atau keberadaannya dan dari sudut lafaznya.Semua ayat al-Qur'an itu merupakan qat'i al-tsubut. Artinya, dari segi "datangnya" ayat Qur'an itu bersifat pasti dan tidak mengalami perubahan. Tetapi, tidak semua ayat Qur'an itu mengandung qat'i al-dilalah. Qat'i al-dilalah adalah ayat yang lafaznya tidak mengandung kemungkinan untuk dilakukan penafsiran lain. Jadi, pada ayat yang berdimensi qat'i al-dilalah tidaklah mungkin diberlakukan penafsiran dan ijtihad, sehingga pada titik ini tidak mungkin ada perbedaan pendapat ulama. Sebagai contoh: Kewajiban shalat tidaklah dapat disangkal lagi. Dalilnya bersifat Qat'i, yaitu "aqimush shalat" Tidak ada ijtihad dalam kasus ini sehingga semua ulama dari semua mazhab sepakat akan kewajiban shalat.
Begitu pula halnya dengan hadis. Hadis mutawatir mengandung sifat qat'i al-wurud (qat'i dari segi keberadaannya). Tetapi, tidak semua hadis itu qat'i al-wurud (hanya yang mutawatir saja) dan juga tidak semua hadis mutawatir itu bersifat qat'i al-dilalah. Jadi, kalau dibuat bagan sbb:
  • Qat'i al-tsubut atau qat'i al-wurud: semua ayat Al-Qur'an dan Hadis mutawatir
  • Qat'i al-dilalah: tidak semua ayat al-Qur'an dan tidak semua hadis mutawatir

2. Nash Zanni

Zanni juga terbagi dua: dari sudut datangnya dan dari sudut lafaznya. Ayat Qur'an mengandung sejumlah ayat yang lafaznya membuka peluang adanya beragam penafsiran. Contoh dalam soal menyentuh wanita ajnabiyah dalam keadaan wudhu', kata "aw lamastumun nisa" dalam al-Qur'an terbuka untuk ditafsirkan. Begitu pula lafaz "quru" (QS 2:228) terbuka untuk ditafsirkan. Ini yang dinamakan zanni al-dilalah.
Selain hadis mutawatir, hadis lainnya bersifat zanni al-wurud. Ini menunjukkan boleh jadi ada satu ulama yang memandang shahih satu hadis, tetapi ulama lain tidak memandang hadis itu shahih. Ini wajar saja terjadi, karena sifatnya adalah zanni al-wurud. Hadis yang zanni al-wurud itu juga ternyata banyak yang mengandung lafaz zanni al-dilalah. Jadi, sudah terbuka diperselisihkan dari sudut keberadaannya, juga terbuka peluang untuk beragam pendapat dalam menafsirkan lafaz hadis itu.
  • zanni al-wurud : selain hadis mutawatir
  • zanni al-dilalah : lafaz dalam hadis mutawatir dan lafaz hadis yang lain (masyhur, ahad)
Nah, Syari'ah tersusun dari nash qat'i sedangkan fiqh tersusun dari nash zanni.
Contoh praktis:
  1. (a) kewajiban puasa Ramadlan (nashnya qat'i dan ini syari'ah),
    (b) kapan mulai puasa dan kapan akhi Ramadlan itu (nashnya zanni dan ini fiqh)
    Catatan: hadis mengatakan harus melihat bulan, namun kata "melihat" mengandung penafsiran.
  2. (a) membasuh kepala saat berwudhu itu wajib (nash qat'i dan ini Syari'ah)
    (b) sampai mana membasuh kepala itu? (nashnya zanni dan ini fiqh)
    Catatan: kata "bi" pada famsahuu biru'usikum terbuka utk ditafsirkan.
  3. (a) memulai shalat harus dengan niat (nash qat'i dan ini Syari'ah)
    (b) apakah niat itu dilisankan (dengan ushalli) atau cukup dalam hati (ini Fiqh)
    Catatan: sebagian ulama memandang perlu niat itu ditegaskan dalam bentuk "ushalli" sedangkan ulama lain memandang niat dalam hati saja sudah cukup
  4. (a) Judi itu dilarang (nash qat'i dan ini Syari'ah)
    (b) apa yang disebut judi itu? apakah lottere juga judi? (ini fiqh)
    Catatan: para ulama berbeda dalam mengurai unsur suatu perbuatan bisa disebut judi atau tidak.
  5. (a) riba itu diharamkan (nas qat'i dan ini syari'ah)
    (b) apa bunga bank itu termasuk riba? (ini fiqh)
    Catatan: para ulama berbeda dalam memahami unsur riba dan 'illat (ratio legis) mengapa riba itu diharamkan
  6. (a) menutup aurat itu wajib bagi lelaki dan perempuan (nash qat'i dan ini Syari'ah)
    (b) apa batasan aurat lelaki dan perempuan? (ini fiqh)
    Catatan: apakah jilbab itu wajib atau tidak adalah pertanyaan yang keliru. Karena yang wajib adalah menutup aurat (apakah mau ditutup dg jilbab atau dg kertas koran atau dengan kain biasa). Nah, masalahnya apakah paha lelaki itu termasuk aurat sehingga wajib ditutup? Apakah rambut wanita itu termasuk aurat sehingga wajib ditutup? Para ulama berbeda dalam menjawabnya.
  7. dan lain-lainnya
Jadi, tidak semua hal kita harus berbeda pendapat. Juga tidak semua perbedaan pendapat bisa dihilangkan. Kita tidak berbeda pendapat dalam hal Syari'ah namun boleh jadi berbeda pendapat dalam hal fiqh. (mengenai sebab-sebab ulama berbeda pendapat silahkan lihat tulisan saya "Mengapa Ulama Berbeda Pendapat")
Kalau ulama berbeda dalam fiqh, nggak usah diributkan karena memang wilayah fiqh terbuka beragam penafsiran. Juga tidak perlu buru-buru mencap "ini bid'ah dan itu sesat" Apalagi sampai menuduh ulama pesanan. Perhatikan dulu apakah perbedaan itu berada pada level syari'ah atau level fiqh.
Wa Allahu A'lam.
Nadirsyah Hosen adalah dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Sumber :
http://media.isnet.org/isnet/Nadirsyah/Fiqh.html





Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

Mengapa Ulama Berbeda Pendapat?


Oleh : Nadirsyah Hosen
Saya menangkap kecenderungan sebagian rekan dalam mensikapi perbedaan pendapat ulama, antara lain, sebagai berikut:
  1. Bingung dan kecewa dengan para ulama. Bukankah Islam itu satu, Allah itu ahad, Nabi Muhammad itu Nabi terakhir, dan Qur'an pun satu, lantas mengapa kok terjadi banyak perbedaan pendapat. Andaikan ulama mau kembali kepada Al-Qur'an dan Hadis niscaya tidak akan ada lagi perbedaan pendapat itu.
  2. Bersikap mencurigai perbedaan itu. Jangan-jangan ulama berbeda pendapat karena ada "pesanan" atau malah "tekanan".
Dalam merespon sikap-sikap seperti itu, saya akan sedikit menguraikan sebab-sebab perbedaan pendapat para ulama. Kita akan terkejut mendapati bahwa ternyata perbedaan pendapat itu justru karena berpegang pada Al-Qur'an dan Hadis; kita akan takjub mendapati bahwa perbedaan itu justru terbuka karena Al-Qur'an sendiri "menyengaja" timbulnya perbedaan itu. Kita akan temui bahwa ternyata perbedaan pendapat, dalam titik tertentu, adalah suatu hal yang mustahil dihapus.
Di antara sekian banyak "asbab al-ikhtilaf" para ulama, saya kutipkan sebagiannya:

1. Perbedaan dalam memahami al-Qur'an.

Al-Qur'an adalah pegangan pertama semua Imam Mazhab dan ulama. Hanya saja mereka seringkali berbeda dalam memahaminya, disebabkan:
a. Ada sebagian lafaz al-Qur'an yang mengandung lebih dari satu arti (musytarak). Contoh lafaz "quru" dalam QS 2: 228. Sebagian mengartikan dengan "suci"; dan sebagian lagi mengartikan dengan "haid". Akibat perbedaan lafaz "quru" ini, sebagian sahabat (Ibnu Mas'ud dan Umar) memandang bahwa manakala perempuan itu sudah mandi dari haidnya yg ketiga, maka baru selesai iddahnya. Zaid bin Tsabit, sahabat nabi yg lain, memandang bahwa dengan datangnya masa haid yang ketiga perempuan itu selesai haidnya (meskipun belum mandi). Lihatlah, bahkan para sahabat Nabi pun berbeda pendapat dalam hal ini. Ada ulama yang berpendapat bahwa tampaknya Allah sengaja memilih kata "quru'" sehingga kita bisa menggunakan akal kita untuk memahaminya. Soalnya, kalau Allah mau menghilangkan perbedaan pendapat tentu saja Allah dapat memilih kata yang pasti saja, apakah suci atau haid. Ternyata Allah memilih kata "quru" yang mngandung dua arti secara bahasa Arab.
b. Susunan ayat Al-Qur'an membuka peluang terjadinya perbedaan pendapat Huruf "fa", "waw", "aw", "illa", "hatta" dan lainnya mengandung banyak fungsi tergantung konteksnya. Sebagai contoh, huruf "FA" dalam QS 2:226-227 mengandung dua fungsi. Sebagian memandang huruf "FA" itu berfungsi "li tartib dzikri" (susunan dalam tutur kata). Sebagian lagi berpendapat bahwa huruf "FA" dalam ayat di atas berfungsi "li tartib haqiqi" (susunan menurut kenyataan). Walhasil kelompok pertama berpendapat bahwa suami setelah 'ila (melakukan sumpah untuk tidak campur dengan isteri), harus campur dengan isteri sebelum empat bulan, kalau sudah lewat empat bulan maka jatuh talak. Kelompok kedua berpendapat bahwa tuntutan supaya campur dengan isteri (untuk menghindari jatuhnya talaq) itu setelah lewat empat bulan.
c. Perbedaan memandang lafaz 'am - khas, mujmal-mubayyan, mutlak-muqayyad, dan nasikh-mansukh. Lafaz al-Qur'an adakalanya mengandung makna umum ('am) sehingga membutuhkan ayat atau hadis untuk mengkhususkan maknanya. Kadang kala tak ditemui qarinah (atau petunjuk) untuk mengkhususkannya, bahkan ditemui (misalnya setelah melacak asbabun nuzulnya) bahwa lafaz itu memang am tapi ternyata yang dimaksud adalah khusus (lafzh 'am yuradu bihi al-khushush). Boleh jadi sebaliknya, lafaznya umum tapi yang dimaksud adalah khusus (lafzh khas yuradu bihi al-'umum). Contoh yang pertama, Qs at-Taubah ayat 103 terdapat kata "amwal" (harta) akan tetapi tidak semua harta terkena kewajiban zakat (makna umum harta telah dikhususkan kedalam beberapa jenis harta saja). Contoh yang kedua, dalam QS al-Isra: 23 disebutkan larangan untuk mengucapkan "ah" pada kedua orangtua. Kekhususan untuk mengucapkan "ah" itu diumumkan bahwa perbuatan lain yang juga menyakiti orang tua termasuk ke dalam larangan ini (misalnya memukul, dan sebagainya).
Nah, persoalannya, dalam kasus lain para ulama berbeda memandang satu ayat sbb:
  1. lafaz umum dan memang maksudnya untuk umum, atau
  2. lafaz umum tetapi maksudnya untuk khusus; dan
  3. lafaz khusus dan memang maksudnya khusus; atau
  4. lafaz khusus tetapi maksudnya umum.
Begitu juga perbedaan soal mujmal-mubayyan, mutlak-muqayyad, nasikh-mansukh, para ulama memiliki kaidah yang mereka ambil dalam rangka untuk memahaminya (saya khawatir pembahasan ini malah menjadi sangat tekhnis, karena itu untuk jelasnya silahkan merujuk ke buku-buku ushul al-fiqh).
d. Perbedaan dalam memahami lafaz perintah dan larangan. Ketika ada suatu lafaz berbentuk "amr" (perintah) para ulama mengambil tiga kemungkinan:
  1. al-aslu fil amri lil wujub (dasar "perintah" itu adalah wajib untuk dilakukan)
  2. al-aslu fil amri li an-nadab (dasar "perintah" itu adalah sunnah untuk dilakukan)
  3. al-aslu fil amri lil ibahah (dasar "perintah" itu adalah mubah untuk dilakukan) Contohnya lafaz "kulluu wasyrabuu" (makan dan minumlah) menggunakan bentuk perintah, tetapi yang dimaksud adalah mubah. Lafaz "fankihuu maa thaba lakum minn nisa'" (nikahilah wanita-wanita yg kamu sukai) juga menggunakan bentuk perintah. Nah, para ulama ada yg memandang bahwa itu adalah wajib (mazhab Zhahiri), dan ada yg memandang sunnah (jumhur ulama).
**
Ini lanjutan dari email yang kemarin. Semoga bermanfaat dan dapat memperjelas bahwa perbedaan pendapat dikalangan ulama itu bukan karena mereka memang suka berbantah-bantahan seperti ahlul kitab, tetapi karena teks nash sendiri memang membuka peluang timbulnya perbedaan pendapat.
Lanjutan sebab-sebab ulama berbeda pendapat:

2. Berbeda dalam memahami dan memandang kedudukan suatu hadis.

a. Kedudukan hadis

Para ulama sepakat bahwa hadis mutawatir itu merupakan hadis yang paling tinggi kedudukannya. Hadis mutawatir adalah hadis shahih yang diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin berbohong. Masalahnya, para ulama berbeda dalam memahami "orang banyak" itu. Sebagian berpendapat jumlah "orang banyak" itu adalah dua orang, sebagian lagi mengatakan cukup empat orang, yang lain mengatakan lima orang. Pendapat lain mengatakan sepuluh orang. Ada pula yang mengatakan tujuh puluh orang (Periksa M. Taqiy al-Hakim, "Usul al-'Ammah li al-Fiqh al-Muqarin, h. 195).
Artinya, walaupun mereka sepakat akan kuatnya kedudukan hadis mutawatir namun mereka berbeda dalam menentukan syarat suatu hadis itu dikatakan mutawatir. Boleh jadi, ada satu hadis yang dipandang mutawatir oleh satu ulama, namun dipandang tidak mutawtir oleh ulama yang lain.
Begitu pula halnya dalam memandang kedudukan hadis shahih. Salah satu syarat suatu hadis itu dinyatakan shahih adalah bila ia diriwayatkan oleh perawi yang adil. Hanya saja, lagi-lagi ulama berbeda dalam mendefenisikan adil itu.
Nur al-Din 'Itr menyaratkan tujuh hal, Al-Hakim menyaratkan tiga hal. Yang menarik, al-Hakim memasukkan unsur : tidak berbuat bid'ah sebagai syarat adilnya perawi, namun Ibn al-shalah, Nur al-Din 'Itr, Al-Syawkani tidak mencantumkan syarat ini. Hampir semua ulama, kecuali al-Hakim, memasukkan unsur "memelihara muru'ah (kehormatan diri)" sebagai unsur keadilan seorang perawi.
Artinya, walaupun para ulama sepakat bahwa salah satu syarat suatu hadis dinyatakan shahih adalah bila hadis itu diriwayatkan oleh perawi yang adil, namun mereka berbeda dalam meletakkan syarat-syarat adil itu. Boleh jadi, satu hadis dinyatakan shahih karena perawinya dianggap adil oleh satu ulama (sesuai dg syarat adil yang dia susun), tetapi tidak dipandang adil oleh ulama yang lain (karena tidak memenuhi syarat adil yg dia yakini).
Persoalan lain adalah, bagaimana melakukan tarjih (memilih mana hadis yang paling kuat) diantara dua hadis yang saling bertentangan. Boleh jadi, sebagian ulama mengatakan hadis yang satu telah menghapus (nasikh) hadis yang satu lagi. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa boleh jadi hadis yang satu bersifat umum, sedangkan hadis yang lain bersifat mengecualikan keumuman itu.
Bagaimana bila teks hadis terlihat seakan-akan bertentangan dengan teks Qur'an. Sebagian ulama langsung berpegang pada teks Qur'an dan meninggalkan teks hadis (ini yang dilakukan mazhab Zhahiri ketika tidak mengharamkan pria memakai cincin dari emas), akan tetapi sebagian lagi mengatakan bahwa hadis merupakan penjelas maksud ayat, sehingga tidak perlu meninggalkan salah satunya, tetapi menggabungkan maknanya (ini yang dilakukan jumhur ulama ketika mengharamkan pria memakai cincin dari emas).

b. makna suatu hadis

Hadis Nabi mengatakan, "La nikaha illa biwaliyyin" (tidak nikah melainkan dengan wali). Namun mazhab Hanafi memandang bahwa huruf "la" dalam hadis diatas itu bukan berarti tidak sah nikahnya namun tidak sempurna nikahnya. Mereka berpandangan bahwa sesuatu perkara yang ditiadakan oleh syara' dengan perantaraan "la nafiyah", haruslah dipandang bahwa yang ditiadakannya itu adalah sempurnanya; bukan sahnya. Sedangkan mazhab Syafi'i berpendapat adanya huruf "la nafiyah" itu menunjukkan tidak sahnya nikah tanpa wali.
Contoh lain, apakah persusuan diwaktu dewasa juga menyebabkan status mahram? Sebagian ulama mengatakan iya, karena berpegang pada hadis Salim yang dibolehkan Rasul menyusu ke wanita yang sudah dewasa (padahal si Salim ini sudah berjenggot!) sehingga terjadilah status mahram antara keduanya. Namun, sebagian ulama memandang bahwa hadis ini hanya khusus berlaku untuk Salim saja (sebagai rukhshah) bukan pada setiap orang dewasa. Apalagi ternyata ditemukan hadis lain dari Aisyah yang menyatakan bahwa persusuan yg menyebabkan kemahraman itu adalah disaat usia kecil (karena bersifat mengenyangkan). Hanya saja, sebagian ulama memandang cacat hadis Aisyah ini karena ternyata Aisyah sendiri tidak mengamalkan hadis yang dia riwayatkan sendiri. Aisyah justru berpegang pada hadis Salim.
Hal terakhir ini menimbulkan masalah lagi: jika suatu perawi meriwayatkan suatu hadis, namun ia sendiri tidak mengamalkan apa yang diriwayatkannya, apakah hadis itu menjadi tidak shahih ataukah hanya perawinya sendiri yang harus disalahkan. Sebagian ulama memandang bahwa hadis itu langsung cacat, sedangkan sebagian lagi memandang bahwa hadisnya tetap shahih hanya perawinya saja yang bersalah karena tidak mengamalkan hadis yang dia riwayatkan sendiri.
**
Ini lanjutan dari dua mail sebelumnya. Sekedar mengingatkan, pada dua email sebelumnya saya sudah menunjukkan bahwa semua ulama berpegang teguh pada Al-Qur'an dan hadis, namun Al-Qur'an dan Hadis memang "membuka peluang" adanya perbedaan pemahaman dan perbedaan pendapat dikalangan ulama.
Pada mail kali ini saya akan menyampaikan sebab ketiga para ulama berbeda pendapat, yaitu perbedaan dalam metode berijtihad (manahij al-ijtihad atau turuqul istinbath).

3. Perbedaan dalam metode ijtihad

A. Sejarah singkat

Sejak masa sahabat sudah ada dua "mazhab" di kalangan mereka. Pertama, mereka yang lebih menekankan pada teks nash secara ketat. Diantara mereka adalah Ali bin Abi Thalib dan Bilal. Kedua, mereka yang menaruh unsur rasio dan pemahaman secara luas dalam memahami suatu nash. Kelompok kedua ini diantaranya adalah Umar bin Khattab dan Ibnu Mas'ud.
Dalam perkembangan selanjutnya, kedua kelompok ini menyebar dan memiliki pengaruh masing-masing. Kelompok pertama berkumpul di sekitar daerah Hijaz, sedangkan kelompok kedua berkumpul di daerah Kufah. Sejarah kemudian menceritakan kepada kita bahwa Imam Malik bin Anas tinggal di Madinah (termasuk daerah Hijaz) dan Imam Abu Hanifah tinggal di Kufah.
Imam Malik berada di lingkungan di mana masih banyak terdapat sahabat Nabi. Sedangkan Imam Abu Hanifah, sebaliknya, tinggal di lokasi di mana sedikit sekali bisa dijumpai sahabat Nabi. Fakta geografis ini menimbulkan perbedaan bagi kedua Imam dalam merespon suatu kasus.
Imam Malik bukan saja lebih banyak menggunakan hadis Nabi (yang dia terima melalui sahabat Nabi di Madinah) dibanding rasio, tetapi juga menaruh amal penduduk Madinah sebagai salah satu sumber hukumnya. Imam Abu Hanifah sangat membuka peluang penggunaan rasio dan sangat selektif (artinya, dia membuat syarat yg amat ketat) dalam menerima riwayat hadis (lebih-lebih sudah mulai berkembang hadis palsu di daerahnya). Sebagai jalan keluar dari sedikitnya hadis yang ia terima, maka Imam Abu Hanifah menggunakan Qiyas dan istihsan secara luas.
Imam Malik memiliki murid bernama Imam Syafi'i. Yang disebut belakangan ini juga nanti memiliki murid bernama Imam Ahmad bin Hanbal. Ketiganya dapatlah disebut sebagai pemuka "ahlul hadis" di Hijaz. Sedangkan Imam Abu Hanifah memiliki murid bernama Abu Yusuf dan Muhammad (nanti Imam Syafi'i berguru juga pada muridnya Muhammad, namun Imam Syafi'i lebih cenderung pada kelompok Hijaz). Kelompok Kufah kemudian dikenal dengan sebutan "ahlur ra'yi".
Harus saya tambahkan bahwa mazhab dalam fiqh tidak hanya terbatas pada empat Imam besar itu saja. Tetapi banyak sekali mazhab-mazhab itu (konon sampai berjumlah 500). Hanya saja sejarah membuktikan bahwa hanya empat mazhab itu yang bisa bertahan dan memiliki pengaruh cukup luas di dunia Islam, ditambah sedikit pengikut mazhab Zhahiri dan mazhab Ja'fari.

B. Metode Ijtihad

B.1. Imam Abu Hanifah
  1. Berpegang pada dalalatul Qur'an
    1. Menolak mafhum mukhalafah
    2. Lafz umum itu statusnya Qat'i selama belum ditakshiskan
    3. Qiraat Syazzah (bacaan Qur'an yang tidak mutawatir) dapat dijadikan dalil
  2. Berpegang pada hadis Nabi
    1. Hanya menerima hadis mutawatir dan masyhur (menolak hadis ahad kecuali diriwayatkan oleh ahli fiqh))
    2. Tidak hanya berpegang pada sanad hadis, tetapi juga melihat matan-nya
  3. Berpegang pada qaulus shahabi (ucapan atau fatwa sahabat)
  4. Berpegang pada Qiyas
    1. mendahulukan Qiyas dari hadis ahad
  5. Berpegang pada istihsan 
B.2. Imam Malik bin Anas
  1. Nash (Kitabullah dan Sunnah yang mutawatir)
    1. zhahir Nash
    2. menerima mafhum mukhalafah
  2. Berpegang pada amal perbuatan penduduk Madinah
  3. Berpegang pada Hadis ahad (jadi, beliau mendahulukan amal penduduk Madinah daripada hadis ahad)
  4. Qaulus shahabi
  5. Qiyas
  6. Istihsan
  7. Mashalih al-Mursalah
B.3 Imam Syafi'i
  1. Qur'an dan Sunnah (artinya, beliau menaruh kedudukan Qur'an dan Sunnah secara sejajar, karena baginya Sunnah itu merupakan wahyu ghairu matluw). Inilah salah satu alasan yang membuat Syafi'i digelari "Nashirus Sunnah". Konsekuensinya, menurut Syafi'i, hukum dalam teks hadis boleh jadi menasakh hukum dalam teks Al-Qur'an dalam kasus tertentu)
  2. Ijma'
  3. hadis ahad (jadi, Imam Syafi'i lebih mendahulukan ijma' daripada hadis ahad)
  4. Qiyas (berbeda dg Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i mendahulukan hadis ahad daripada Qiyas)
  5. Beliau tidak menggunakan fatwa sahabat, istihsan dan amal penduduk Madinah sebagai dasar ijtihadnya
B.4. Imam Ahmad bin Hanbal
  1. An-Nushush (yaitu Qur'an dan hadis. Artinya, beliau mengikuti Imam Syafi'i yang tidak menaruh Hadis dibawah al-Qur'an)
    1. menolak ijma' yang berlawanan dengan hadis Ahad (kebalikan dari Imam Syafi'i)
    2. menolak Qiyas yang berlawanan dengan hadis ahad (kebalikan dari Imam Abu Hanifah)
  2. Berpegang pada Qaulus shahabi (fatwa sahabat)
  3. Ijma'
  4. Qiyas
Kalau kita susun empat Imam mazhab itu menurut banyaknya menggunakan rasio maka urutannya adalah:
  1. Imam Abu Hanifah
  2. Imam Syafi'i
  3. Imam Malik
  4. Imam Ahmad bin Hanbal
Kalau disusun menurut banyaknya menggunakan riwayat:
  1. Imam Ahmad bin Hanbal
  2. Imam Malik bin Anas
  3. Imam Syafi'i
  4. Imam Abu Hanifah
(Bagi yang ingin mendalami metode ijtihad para ulama saya merekomendasikan Muhammad Salam Madkur, "Manahij al-Ijtihad fi al-Islam", Kuwait, al-matba'ah al-'Asriyah al-Kuwait, Jami'ah al-Kuwait, 1984)
Demikianlah sebab-sebab para ulama berbeda pendapat. Kalau saya boleh menyimpulkan maka ada dua sebab utama:
  1. Sebab internal, yaitu berbeda dalam memahami al-Qur'an dan Hadis serta berbeda dalam menyusun metode ijtihad mereka
  2. Sebab eksternal, yaitu perbedaan sosio-kultural dan geografis
Persoalannya sekarang, bagaimana kita mensikapi perbedaan pendapat di antara ulama? Kalau kita sudah tahu bahwa keragaman pendapat ulama itu juga merujuk pada al-Qur'an dan Hadis, maka silahkan anda pilih pendapat yang manapun. Yang lebih penting lagi, janganlah cepat berburuk sangka dengan keragaman pendapat di kalangan ulama.

Jangan sembarangan menuduh mereka sebagai ulama pesanan ataupun ulama yang ditekan pemerintah. Juga jangan cepat-cepat menilai salah fatwa ulama hanya karena fatwa tersebut berbeda dengan selera ataupun pendapat kita.
Mengapa kita harus mengukur dalamnya sungai dengan sejengkal kayu? Sayang, kita suka sekali mengukur kedalaman ilmu seorang ulama hanya dengan sejengkal ilmu yg kita punya.

Di sisi lain, ulama pun tetap manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Rasulullah sendiri mengakui bahwa akan ada orang yang salah dalam berijtihad, namun Rasulullah mengatakan tetap saja Allah akan memberi satu pahala bagi yang salah dalam berijtihad, dan dua pahala bagi yang benar dalam ijtihad.

Masalahnya, Apakah kita punya hak untuk menilai salah-benarnya ijtihad ulama itu? Bukankah hanya Allah Hakim yang paling adil?
Al-Haq min Allah!

Nadirsyah Hosen adalah dosen Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Sumber :
http://media.isnet.org/isnet/Nadirsyah/Beda.html
http://irdy74.multiply.com/journal/item/133





Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

Sufi Road: Mahabbah

(PERTEMUAN KE 257) JARANG YANG NYADAR BAHWA DATANGNYA MUSIBAH KARNA BANYAKNYA MAKSIYAT...



Musibah Datang Karena Maksiat Allah Ta’ala berfirman,


وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri (dosa-dosamu), dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30) Ibnu Qoyyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Di antara akibat dari berbuat dosa adalah menghilangkan nikmat dan akibat dosa adalah mendatangkan bencana (musibah). Oleh karena itu, hilangnya suatu nikmat dari seorang hamba adalah karena dosa. Begitu pula datangnya berbagai musibah juga disebabkan oleh dosa.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87) Dari sini, maka sudah sepatutnya direnungkan, boleh jadi hujan abu yang menimpa kita sehingga menyulitkan berbagai aktivitas yang ada sebenarnya karena dosa-dosa kita sendiri. 


Sebuah Cerita untuk di direnungkan "Melakukan Amal Ibadah Yang Wajib bukanlah Jaminan Masuk Syurga"


Seorang pemuda, ahli amal ibadah datang ke seorang Sufi. Sang pemuda dengan bangganya mengatakan kalau dirinya sudah melakukan amal ibadah wajib, sunnah, baca Al-Qur’an, berkorban untuk orang lain dan kelak harapan satu satunya adalah masuk surga dengan tumpukan amalnya.

Bahkan sang pemuda tadi malah punya catatan amal baiknya selama ini dalam buku hariannya, dari hari ke hari.

“Saya kira sudah cukup bagus apa yang saya lakukan Tuan…”

“Apa yang sudah anda lakukan?”

“Amal ibadah bekal bagi surga saya nanti…”

“Kapan anda menciptakan amal ibadah, kok anda merasa punya?”

Pemuda itu diam… lalu berkata, “Bukankah semua itu hasil jerih payah saya sesuai dengan perintah dan larangan Allah?”

“Siapa yang menggerakkan jerih payah dan usahamu itu?”

“Saya sendiri…hmmm….”

“Jadi kamu mau masuk surga sendiri dengan amal-amalmu itu?”

“Jelas dong tuan…”

“Saya nggak jamin kamu bisa masuk ke surga. Kalau toh masuk kamu malah akan tersesat disana…”

Pemuda itu terkejut bukan main atas ungkapan Sang Sufi. Pemuda itu antara marah dan diam, ingin sekali menampar muka sang sufi.

“Mana mungkin di surga ada yang tersesat. Jangan-jangan tuan ini ikut aliran sesat…” kata pemuda itu menuding Sang Sufi.

“Kamu benar. Tapi sesat bagi syetan, petunjuk bagi saya….”

“Toloong diperjelas…”

“Begini saja, seluruh amalmu itu seandainya ditolak oleh Allah bagaimana?”

“Lho kenapa?”

“Siapa tahu anda tidak ikhlas dalam menjalankan amal anda?”

“Saya ikhlas kok, sungguh ikhlas. Bahkan setiap keikhlasan saya masih saya ingat semua…”

“Nah, mana mungkin ada orang yang ikhlas, kalau masih mengingat-ingat amal baiknya? Mana mungkin anda ikhlas kalau anda masih mengandalkan amal ibadah anda?

(pertemuan ke 259) YUK.... KITA BERMUHASABAH............


Hari demi hari usiamu kian berkurang,Tapi engkau tidak pernah menyadarinya.Setiap hari Allah datangkan rezki kepadamu,Tapi engkau tidak pernah memujiNya.Dengan pemberian yang sedikit, engkau tidak pernah mau berlapang dada.Dengan pemberian yang banyak, engkau tidak juga pernah merasa kenyang.



Setiap hari Allah datangkan rezki untukmu.Tapi setiap malam malaikat datang kepadaNya dengan membawa catatan perbuatan jelekmu.Engkau makan dengan lahap rezkiNya,Tapi engkau tidak segan-segan pula berbuat durjana kepadaNya.

Allah kabulkan jika engkau memohon kepadaNya,KebaikanNya tak putus-putus mengalir untukmu.Namun sebaliknya, catatan kejelekanmu sampai kepadaNya tiada henti.Allah adalah pelindung terbaik untukmu,Tapi engkau hamba terjelek bagiNya.

Kau raup segala apa yang Allah berikan kepadamu,Tapi Allah tutupi kejelekan yang kau perbuat secara terang-terangan.Tidak malukah kalian kepada Allah?



Engkau melupakan AllahTapi engkau ingat pula kepada yang lain.Kepada manusia engkau merasa takut,Tapi kepada Allah engkau merasa aman-aman saja.Pada manusia engkau takut dimarahi,Tapi pada kemurkaan Allah engkau tak peduli.


Wahai Sahabat.

Bersujudlah dan bertaubatlah kepada Allah SWT serta menangislah.Betapa banyak dosa yang telah kita lakukan selama ini.Lihatlah, betapa banyak kelalaian yang telah kita lakukan selama ini!


Ya Allah,

Aku hanyalah sebutir pasir di gurun-Mu yang luasAku hanyalah setetes embun di lautan-Mu yang meluap hingga ke seluruh samuderaAku hanya sepotong rumput di padang-Mu yang memenuhi bumiAku hanya sebutir kerikil di gunung-Mu yang menjulang menyapa langitAku hanya selonggok bintang kecil yang redup di samudera langit Mu yang tanpa batas.


Ya Allah,

Hamba yang hina ini menyedari tiada artinya diri ini di hadapan Mu.Tiada Engkau sedikitpun memerlukanku,Tapi hamba ini terus menggantungkan segunung harapan pada Mu.


Ya Allah,

Ibadahku hanya sepercik airBagaimana mungkin sepercik air ini dapat memadamkan api neraka Mu.Betapa sedar diri ini begitu hina dihadapan-Mu.Jangan jadikan hamba hina dihadapan makhluk-Mu.Diri yang tangannya banyak maksiat ini,Mulut yang banyak maksiat ini,Mata yang banyak maksiat ini,Hati yang telah dikotori oleh noda ini,Yang memiliki keinginan setinggi langit,Mungkinkah hamba yang hina ini menatap wajahMu Yang Mulia?


Ya Allah,

Ampunilah aku dan saudara-saudaraku yang telah memberi arti dalam hidupku,Berikanlah kejayaan dan mudahkanlah urusan mereka,Mungkin tanpa kami sedari,Kami pernah melanggar aturan Mu.


Ya Allah,

Ampunilah kami,Pertemukan kami dalam syurga Mu dalam bingkai kecintaan kepada Mu.

Ya Allah,

Siangku tak selalu dalam iman yang teguh,Malamku tak senantiasa dibasahi airmata taubat,Pagiku tak selalu terhias oleh zikir kepada Mu,Begitulah si lemah ini dalam upayanya yang sedikitJanganlah kau cabut nyawaku dalam keadaan lupa pada Mu,Atau dalam maksiat kepada Mu.Ya Tuhanku tutuplah untuk kami dengan sebaik-baiknya penutupan !!!

Ya Allah,

Kami bukanlah hamba Mu yang pantas memasuki syurga firdaus Mu,Tidak pula kami mampu menanggung akan siksa api neraka Mu,Berilah hamba Mu ini ampunan, dan hapuskanlah dosa-dosa kami,Sesungguhnya hanya Engkaulah Sang Maha Pengampun.


Ya Allah,

Dosa-dosa kami seperti butiran pasir dipantai,Anugerahilah kami ampunan wahai Yang Maha Agung,Umur kami semakin berkurang setiap hari,Tapi dosa-dosa kami terus bertambah.Adakah pintu taubatku masih terbuka?

Ya Allah,

Hamba Mu yang penuh maksiat ini bersimpuh menghadapMu,Ku akui dosa-dosaku dan memohon ampun kepadaMu,Ampunilahku Ya Allah,Kerana hanya Engkaulah Sang Pemilik Ampunan ...






Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

RUMAH TANGGA YANG ISLAMI



Rumah tangga yg islami adalah rumah tangga yg di dalamnya terdapat nilai-nilai syariat islam, yg dijalankan oleh anggota keluarga tsb. Untuk mewujudkan sebuah rumah tangga islami, ada beberapa hal yg harus qt perhatikan. Hal-hal yg harus qt perhatikan dlm sebuah rumah tangga islami adalah:


A - Rumah islami adalah rumah orang-orang yg selalu menyucikan diri dan senantiasa mengingat Allah. Rumah yg di dalamnya ditegakkan penghambaan kpd Allah, tanpa mempersekutukan-Nya dg sesuatupun. Setiap penghuni rumah mengutamakan amal sholeh dan selalu mengingat Allah kapan dan dimana saja ia berada.


B - Rumah yg didirikan untuk menegakkan kedaulatan Allah di muka bumi serta menjadi tempat untuk mewujudkan syariat islam dlm setiap aspek kehidupan para penghuninya.


C - Penghuni rumah menyadari bahwa rumah tersebut hanyalah tempat sementara, selama ia menabung amal sholeh sebagai bekal untuk di akhirat kelak. Para penghuni rumah tersebut lebih menginginkan dan selalu merindukan rumah yang kekal (surga) di sisi Allah.


D - Rumah yg dipenuhi dengan kalam Allah, krn para penghuninya rajin untuk membaca dan mempelajari ayat-ayat suci Al Qur’an.



E - Rumah yg di dalamnya penuh dengan akhlak islami, yg diperlihatkan olh semua anggota keluarga. Anak-anak berbakti pada orang tua, orang tua mendidik anak-anaknya dengan penuh nuansa islami,



F - Rumah yg kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya anak-anak yang sehat, baik jasmani maupun rohaninya.



G - Rumah yg dihuni oleh istri dan ibu yg sholehah, yg menjadi tumpuan dan sumber kasih sayang keluarga.



H - Rumah yg menjadikan tetangganya aman dan senang bersilaturahmi dengan para penghuni rumah tersebut.



I - Rumah yg penuh berkah, yang tidak melalaikan penghuninya untuk beribadah kepada Allah SWT.



Jika qt lihat, alangkah sederhananya sebuah rumah tangga yg islami. Namun, mewujudkannya tidaklah mudah, Setiap anggota keluarga harus terlibat aktif dalam usaha untuk mewujudkan sebuah rumah tangga yg islami. Dari rumah tangga islami seperti inilah, maka keluarga sakinah akan dapat terwujud, Semoga rumah tangga kita menjadi sebuah rumah tangga yg islami, yg diberkahi dan dirahmati oleh Allah SWT. Amin





Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

JIBRIL,KELELAWAR, KERBAU DAN CACING


Suatu hari Allah SWT memerintahkan malaikat Jibril AS untuk pergi menemui salah satu makhluk-Nya yaitu kerbau dan menanyakan pada si kerbau apakah dia senang telah diciptakan Allah SWT sebagai seekor kerbau. Malaikat Jibril AS segera pergi menemui si Kerbau.



Di siang yang panas itu si kerbau sedang berendam di sungai. Malaikat Jibril AS mendatanginya kemudian mulai bertanya kepada si kerbau, "hai kerbau apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kerbau". Si kerbau menjawab, "Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kerbau, dari pada aku dijadikan-Nya sebagai seekor kelelawar yang ia mandi dengan kencingnya sendiri". Mendengar jawaban itu Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor kelelawar.


Malaikat Jibril AS mendatanginya seekor kelelawar yang siang itu sedang tidur bergantungan di dalam sebuah goa. Kemudian mulai bertanya kepada si kelelawar, "hai kelelawar apakah kamu senang telah dijadikan oleh Allah SWT sebagai seekor kelelawar". "Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor kelelawar dari pada aku dijadikan-Nya seekor cacing. Tubuhnya kecil, tinggal di dalam tanah, berjalannya saja menggunakan perutnya", jawab si kelelawar. Mendengar jawaban itu pun Malaikat Jibril AS segera pergi menemui seekor cacing yang sedang merayap di atas tanah.


Malaikat Jibril AS bertanya kepada si cacing, "Wahai cacing kecil apakah kamu senang telah dijadikan Allah SWT sebagai seekor cacing". Si cacing menjawab, " Masya Allah, alhamdulillah, aku bersyukur kepada Allah SWT yang telah menjadikan aku sebagai seekor cacing, dari pada dijadikaan-Nya aku sebagai seorang manusia. Apabila mereka tidak memiliki iman yang sempurna dan tidak beramal sholih ketika mereka mati mereka akan disiksa selama-lamanya". 



Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

TERPUTUSNYA AMALAN ORANG YANG TELAH MENINGGAL


Hadist Shahih Bukhari No. 670-671 Jilid II670. Dari mughirah ra. Katanya ia mendengar dari Rasulullah saw. Bersabda: “ Sesungguhnya berdusta berkenaan dengan ucapanku tidaklah sama dengan dusta terhadap ucapan orang lain. Siapa yang sengaja berdusta tentang hadistku, maka hendaklah dia menempati tempatnya di neraka,”Saya mendengar juga Rasulullah saw. Bersabda: “Mayat yang diratapi, akan disiksa karena ratapan itu”.



671. Dari Ibnu Umar ra., katanya Nabi saw. Bersabda: “Mayat akan disiksa dalam kuburnya sebab ia diratapi.



Hadist Shahih Bukhari No. 679 Jilid IIDari Abdullah bin Umar ra., katanya: “Sa’ad bin Ubadah sakit, Nabi saw. Mengunjunginya bersama-sama dengn Abdurahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika Nabi tiba, ia sedang dikerumuni keluarganya. Nabi bertanya,”Telah berpulang?” Jawab mereka,:Belum Ya, Rasulullah!” Nabi saw. Menangis: orang banyak pun menangis pula melihat beliau menangis. Lalu beliau bersabda, “tidakkah kamu mendengar, bahwa Allah swt. Tidak meyiksa karena airmata dan tidak pula karena hati yang duka; tetapi Allah menyiksa karena ini (beliau menunjuk lidahnya) atau Allah mengasihi; sesungguhnya mayat itu disiksa karena ratap tangis keluarganya.



Al Qur’an menerangkan mengenai terputusnya amalan orang yang sudah meninggal.QS Al Baqarah 2:286Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."Dalam QS Al An’am 6: 164, seseorang akan menanggung dosa yang dia perbuat,

Artinya: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."Kebaikan maupun kesesatan diakibatkan dari perbuatan seseorang tersebut, dalam QS Al Israa’ 17: 15 diterangkan,

Artinya: Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.QS Fathiir 35:18



Artinya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[ ]. dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan sembahyang. dan Barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu).QS Az Zumar 39:7



Artinya: Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[ ]. kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.



Keselarasan dengan hadist Hadist riwayat Abu Huraiah , Rasulullah saw bersabda: “Jika manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yaitu:- Shadaqah jariyah- Ilmu yang bermanfaat- Anak shalih yang selalu mendoakan kedua orangtuanya(HR Muslim (5/73), lafadz ini darinya, juga Bukhari dalam Adabul Mufrad [hal.8], Abu Dawud [2/15], Nasa’I [2/129], at-Thahawi, al Musykil [1/28], Baihaqi [6/278], Ahmad [2/372]



Dari ketiga perkara di atas Shadaqah jariyah dan Ilmu yang bermanfaat diperoleh dari upaya ketika masih hidup dan Perkara Anak shaleh yang selalu mendo’akan kedua orangtuanya merupakan hasil didikan orang tua. Jadi, yang berhak mendo’akan orang yang sudah meninggal yaitu anak-anaknya, keluarga, kerabat dan lainnya terakhir kali pada saat mensholatkan jenazah/ghaib sebelum dikuburkan. Dan do’a yang disampaikan kepada orang tua dari anak yang sholeh tidak akan menambah amalan yang meninggal tetapi mengurangi amal buruk yang pernah diperbuat orang tua. 




Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

SEBUAH KISAH BERKAT MEMBACA BISMILLAH

Ada seorang perempuan tua yang taat beragama, tetapi suaminya seorang yang fasik dan tidak mau mengerjakan kewajiban agama dan tidak mau berbuat kebaikan.Perempuan itu senantiasa membaca Bismillah setiap kali hendak berbicara dan setiap kali dia hendak memulai sesuatu senantiasa didahului dengan Bismillah. Suaminya tidak suka dengan sikap isterinya dan senantiasa memperolok-olokkan isterinya.Suaminya berkata sambil mengejek,"Asyik Bismillah, Bismillah. Sekejap-sekejap Bismillah."



Isterinya tidak berkata apa-apa sebaliknya dia berdoa kepada Allah S.W.T. supaya memberikan hidayah kepada suaminya. Suatu hari suaminya berkata : "Suatu hari nanti akan aku membuat kamu kecewa dengan bacaan-bacaanmu itu."Untuk membuat sesuatu yang memeranjatkan isterinya, dia memberikan uang yang banyak kepada isterinya dengan berkata, "Simpan uang ini." Isterinya mengambil uang itu dan menyimpan di tempat yang aman, di samping itu suaminya telah melihat tempat yang disimpan oleh isterinya. Kemudian dengan senyap-senyap suaminya itu mengambil uang tersebut dan mencampakkan uang itu ke dalam perigi di belakang rumahnya.



Setelah beberapa hari kemudian suaminya itu memanggil isterinya dan berkata, "Berikan padaku uang yang aku berikan kepada mu dahulu untuk disimpan."Kemudian isterinya pergi ke tempat dia menyimpan uang itu dan diikuti oleh suaminya dengan berhati-hati dia menghampiri tempat dia menyimpan uang itu dia membuka dengan membaca, "Bismillahirrahmanirrahiim." Ketika itu Allah S.W.T. mengutus malaikat Jibrail A.S. untuk mengembalikan semua uang dan menyerahkan uang itu kepada suaminya kembali.



Alangkah terperanjat suaminya, dia merasa bersalah dan mengaku segala perbuatannya kepada isterinya, ketika itu juga dia bertaubat dan mulai mengerjakan perintah Allah, dan dia juga membaca Bismillah apabila dia hendak memulai sesuatu pekerjaan. 



Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

(PERTEMUAN KE 270) NAH INI DIA " WASIAT BUAT PARA SUAMI"

Rasulullah s.a.w. menyuruh para suami agar berbuat baik kepada isteri dan bersederhana dalam mendidik para isteri, sehingga ke saat kewafatannya pun Baginda masih berwasiat tentang perkara ini. Rasulullah SAW bersabda ““Aku berwasiat kepada kamu supaya menjaga wanita dengan sebaik-baiknya kerana mereka dijadikan daripada tulang rusuk dan sebengkok-bengkok tulang rusuk adalah yang di bahagian teratas. Sekiranya kamu cuba meluruskannya, kamu akan mematahkannya dan sekiranya kamu membiarkannya akan terus bengkok selama-lamanya. Justeru, berpesan-pesanlah kepada wanita (dengan kebaikan).” (Riwayat Syaikhain melalui Abu Hurairah)

Siti Hawa dijadikan dari tulang rusuk bahagian yang paling atas Nabi Adam a.s. Tulang rusuk yang paling atas adalah bahagian yang senang dipatahkan. Begitu jugalah dengan perempuan, seorang suami perlu bersederhana dalam mendidik isteri. Jangan terlalu keras dan jangan terlalu lembut. Janganlah seorang suami terlalu cerewet dengan perkara yang remeh-temeh seperti lauk atau masakan isteri yang kurang masin. Asalkan seorang isteri itu patuh ajaran Islam, meminta izin apabila hendak keluar rumah dan tidak curang kepada suaminya, maka memadailah. Jangan pula langsung tidak menegur atau menasihati isteri apabila mereka tidak mematuhi ajaran Islam.

An-Nisaa [34]….jika mereka taat kepada kamu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka….

Dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah s.a.w, baginda telah meninggalkan contoh teladan kepada kita betapa baginda berbuat baik kepada keluarganya. Dalam sebuah hadis, baginda telah bersabda, yang bermaksud: “Orang yang paling baik di antara kamu adalah yang paling baik dengan keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (Hadis riwayat Tabrani)

Bahkan Baginda turut membantu dalam melakukan kerja-kerja rumah dan selalu membuat sendiri sesuatu kerja seperti menjahit pakaiannya tanpa menyuruh isteri Baginda. Sunnah “layan diri” atau Do IT Yourself (DIY) ini turut diamalkan oleh masyarakat Barat walaupun mereka bukan beragama Islam



Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

CERITA BUAT RENUNGAN AJA.....


Membangun rumah tangga kadang tak beda

dengan mendirikan rumah. Perlu saling cocok

antara pondasi, jumlah lantai, ketebalan dinding,

dan beratnya atap. Cuma bedanya, membangun

rumah tangga tak perlu mandor.

Pernahkah terbayang kalau ada pihak lain yang

selalu khawatir dengan bangunan rumah tangga

orang lain. Pertanyaan itu mudah dijawab. Dan

jawabannya siapa lagi kalau bukan orang tua.

Merekalah pihak yang kerap khawatir dengan

keberlangsungan rumah tangga anak-anaknya.

Hal itu memang wajar. Ibarat membelikan anak

sepeda baru, para orang tua terikat pada dua rasa:

puas karena bisa membahagiakan anaknya, dan

khawatir karena ada ancaman baru yang bisa

membuat anak terluka. Di satu sisi, bersepeda

bisa membangun keterampilan baru buat anak.

Tapi di lain sisi, peluang anak terjatuh dan

berdarah juga membesar.

Seperti itu juga rasa orang tua saat melepas

gadisnya berlayar pada bahtera baru rumah

tangga. Ada rasa puas karena sukses menunaikan

amanah. Ada juga gundah kalau-kalau rumah

tangga anak tak berlangsung lama. Terlebih lagi

ketika proses pernikahan terasa tak 'normal'. Hal

itulah yang kerap dirasakan Pak Dede.

Bapak usia lima puluhan ini bisa dibilang cuci

gudang. Gadis bungsunya baru saja menikah.

Usai sudah tugasnya menunaikan amanah lima

anak. Semuanya sudah mandiri. Semuanya

sudah berkeluarga.

Namun, ada yang lain buat yang terakhir. Gadis

bungsu kesayangannya tiba-tiba minta nikah.

Permintaan ini seperti bom di siang bolong.

Heboh! Khususnya buat Pak Dede. "Bayangkan,

kenalan sama cowok saja belum pernah. Eh,

tahu-tahu udah punya calon suami!" ucap Pak

Dede suatu kali.

Ia nggak habis pikir, gimana caranya tiba-tiba ada

calon suami. Tanpa kenalan. Tanpa pacaran. Pak

Dede tahu benar bungsunya. Beda dengan kakak-

kakaknya yang hobi gaul. Tiap malam minggu,

semua anaknya selalu keluar. Kecuali si bungsu

itu.

Seumur-umur, Pak Dede belum pernah

menerima tamu pemuda yang nyari-nyari

bungsunya. Kecuali suatu kali. Dan hal itu telah

membuktikan kalau ucapan bungsunya benar-

benar serius. Pemuda itu bilang ke Pak Dede,

"Maksud saya ke sini mau melamar anak Bapak!"

Hampir-hampir saja, Pak Dede pingsan.

Kalau bukan karena khawatir bungsunya bisa

patah arang, Pak Dede mungkin akan menolak

mentah-mentah. Lamaran itu pun ia terima. Dan

pernikahan pun akhirnya berlangsung meriah. Ia

yakin, anaknya yang berjilbab itu tidak mungkin

hamil lebih dulu. Lha, melihat orang pacaran saja

belum pernah. Cuma satu hal yang mengusik

pikiran Pak Dede: dukun mana yang semanjur

itu? Benar-benar tok-cer! Apalagi menantu

barunya itu bisa dibilang biasa-biasa saja. Kayak

tidak, ganteng juga jauh.

Itulah kenapa, Pak Dede menolak ketika

bungsunya mau pindah rumah. "Jangan! Tinggal

bareng aja sama ayah dan ibu," ucapnya

menanggapi permintaan anak dan menantunya.

Pak Dede pun berdalih kalau ia dan isterinya akan

kesepian ditinggal anak-anak.

Sebenarnya, Pak Dede punya alasan sendiri. Ia

masih penasaran, hal apa yang membuat

anaknya bisa cinta sama menantunya itu. Hampir

tiap malam, Pak Dede menguntit sang menantu.

Kalau kedapatan sedang nyebar kemenyan, ia

akan langsung tangkap.

Tujuh hari tujuh malam, Pak Dede terus

menguntit. Hingga di malam kedelapan,

menantunya keluar kamar. Waktu menunjukkan

pukul dua malam. Suatu hal yang tidak lazim buat

kebiasaan pengantin baru. Soalnya, di kamar itu

sudah ada kamar mandi. Buat apa lagi keluar

kamar kalau bukan urusan mistik. Pak Dede tetap

menunggu. Ia makin curiga ketika menantunya

menuju ruang atas. Padahal, di atas cuma ada

tiga ruangan: menjemur, ruang baca, dan

mushola. Pak Dede makin penasaran.

Setelah tiba di atas, ia perhatikan kalau

menantunya masuk ke ruang mushola. "Gila,

mau apa tengah malam di mushola?" bisik batin

Pak Dede. Soalnya, ia sendiri jarang salat di situ.

Biasanya cuma di kamar. Ia menunggu saat

tepat. Pak Dede yakin, tak lama lagi, akan ada

suara mantera-mantera dan bau aneh. Ternyata,

tidak. Sayup-sayup, Pak Dede mendengar orang

membaca Alquran. Suaranya mengalun merdu.

Indah sekali. Hampir-hampir saja Pak Dede

menangis karena untaian iramanya yang begitu

menyentuh. "Luar biasa. Menantuku ternyata

bukan orang sembarangan!" batin Pak Dede

sambil kembali ke kamar tidur.

Kini, Pak Dede mengakui kalau menantunya itu

orang alim. Tapi, ia masih ragu. Ia yakin, kalau

pernikahan yang prematur pasti akan ada

ketidakcocokan. Hampir tak pernah bosan, Pak

Dede mencuri dengar dari balik pintu kamar

anaknya.

Benar saja. Dari kamar seperti ada suara ribut.

Anak dan menantunya sedang berebut

omongan. "Nggak bisa, kamu yang salah! Akang

yang salah!" Dan, seterusnya. Spontan, Pak Dede

mengetuk pintu kamar. Sudah tak sabar ia ingin

memberi nasihat.

Setelah pintu kamar terbuka, Pak Dede langsung

bersuara. "Anakku. Itulah sebabnya jika

pernikahan terburu-buru. Kamu akan terus

bertengkar!" Anehnya, ucapan itu justru

membuat anak dan menantunya tersenyum. Dan

si bungsu pun bilang, "Ayah sayang, kami bukan

sedang cekcok. Kami lagi beda pendapat soal ada-

tidaknya Alqaedah!"

Pak Dede cuma bingung. Ia pun menggaru-garuk

kepala. Di pikirannya cuma ada satu pertanyaan:

makanan khas mana Alkaedah itu?





Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih