hati hati dalam melabuhkan cinta ya neng,,,,,,

Gelengan kepala dan elusan dada rasanya tidak cukup lagi untuk menggambarkan betapa generasi muda Islam sudah sedemikian jauh dari pendahulu mereka para salafush shalih, yang kami mampu lakukan hanyalah beristighfar, berdo’a kepada Allah Ta’ala agar melindungi kami dari keburukan, dan menulis nasihat ini untuk menjadi pelajaran bersama, melihat kondisi generasi muda Islam sekarang ini di berbagai kota (yang pernah penulis kunjungi), bahkan di kota yang sangat terpelosok dan jauh dari jangkauan transportasi telah banyak generasi muda Islam yang telah “terkontaminasi” oleh penyakit yang sama. Penyakit “salah melabuhkan cinta”

Model rambut, pakaian, bicara, dan tingkah laku mereka sudah tidak lagi mencerminkan bahwa mereka adalah seorang muslim, mari kita tengok dari model rambut laki-laki yang tidak karuan, dengan rambut sebelah depan dipanjangkan terurai kusut, dan rambut belakang dipotong cepak, masih ditambah lagi dengan cat pirang di sebagian rambut depan…entah mau ada pertunjukan badut di mana? Yang perempuan tidak mau kalah, mengingatkan penulis di era tahun 90-an saat banyak perempuan memotong rambutnya pendek untuk bisa mirip dengan “demi moore”. Untuk zaman sekarang ini masih ada variasi lagi dengan model pakaian ala laki-laki dan rambut dibiarkan agak acak-acakan, na’udzu billahi min dzaalik, mas.. mbak.. itu niru siapa?

Belum lagi aroma wangi semerbak yang menyebar dari para wanita muda ini, menyengat hidung laki-laki yang mencium aromanya, memaksa laki-laki untuk berfantasi lebih jauh lagi, apalagi laki-laki yang telah memiliki penyakit dalam hatinya, aroma yang memompa syahwat agar semakin berpacu dengan derai tawa renyah yang keluar dari rombongan gadis-gadis muda ini, tak mau kalah rombongan laki-laki di belakangnya bersuit-suit…

Tak berapa lama di dekat stadion kota penulis melihat banyak aparat yang sibuk mengatur lalu lintas jalan yang penuh sesak oleh motor anak-anak muda. Saat itu penulis bertemu dengan salah satu aparat yang penulis kenal, maka penulis bertanya, “Mas ada apa kok ramai sekali?” aparat itu menjawab,”Wah, masak sampeyan ndak tahu, kan ada sedang ada konser grup musik dari ibukota!”. Penulis hanya mampu mengangguk-angguk sambil mulut membentuk huruf O, “Ooooooo….!”

Jadi ini yang ditiru oleh para muda-mudi tadi! Meniru artis idola mereka, cocok tidak cocok yang penting niru habis! Apalagi kalau cocok, makin tumbuh kesombongan dalam diri mereka karena bisa “persis” dengan artis yang mereka tiru, duhai, penulis ingin sekali mengetahui apa yang ada dalam perasaan orang tua mereka mengetahui kondisi anak mereka yang demikian itu!

Di lain waktu penulis pernah bertanya kepada salah seorang anak SMA yang sering datang ke tempat penulis untuk banyak bertanya dan mengetahui sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, penulis sangat kagum akan semangat pemuda ini, walaupun banyak diejek di sekolahnya karena celananya yang “cingkrang”, bahkan sering kepala sekolah pun meledeknya! Namun dengan tetap senyum terkembang ikhwan SMA ini semakin semangat belajar sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menerapkannya.

Yang penulis tanyakan adalah, “Apa anak-anak SMA zaman sekarang ini telah mengenal dengan baik siapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta mengenal shahabat-shahabat radhiyallahu an’hum ajma’in.” Jawabnya sangat mencengangkan sekali! Mereka bahkan tidak mengenal bagaimana keseharian dan sifat-sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, istri-istri beliau, putra-putri beliau dan apalagi shahabat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam!.

Namun ketika ditanyakan tentang keadaan seorang selebriti atau artis maka mereka dengan cepat menjawab dan mengetahui bahkan sampai ke nomor sepatu dan warna kesukaan masing-masing artis, mereka mengetahuinya dengan jelas dan detail, apalagi berita tentang perceraian artis dan gosip-gosip yang sedang “hot” di infotainment, seperti hafal di luar kepala.

Semakin jelas alur cerita “tiru meniru” ini terungkap! Apabila seseorang telah dijadikan idola dan teladan maka yang mengidolakan akan berusaka untuk meniru, menjiplak dan mencontoh apapun yang dilakukan oleh idolanya itu tadi, walaupun apa yang dicontohnya itu sangat jauh dari ajaran Islam yang syar’i. sebagaimana dikatakan: “Sesungguhnya orang yang mencintai akan taat kepada yang dicintainya!”

Pertanyaannya adalah – SIAPAKAH YANG ENGKAU CINTAI?-

lanjutan "hati hati dalam melabuhkan cinta ya neng "

MAKA BERHATI-HATILAH ENGKAU DALAM MELABUHKAN CINTA!

Wahai adik-adikku para generasi muda, hati manusia ini lemah, mudah mencintai apapun yang dilihatnya, apalagi pada kalangan orang-orang yang jauh dari ilmu agam yang syar’i, pada orang-orang yang jauh dari mengenal kebenaran yang ada dalam Al-Qur’an dan sunnah yang shahih.

Apalagi sekarang melalui media televisi anak-anak muda telah diarahkan untuk mengidolakan artis, selebritis, dan kehidupan dunia mereka yang gemerlap, dankesuksesan duniawi yang mereka dapatkan dengan cara yang singkat, tentunya menjadi sebuah hal yang mampu menyilaukan hasrat anak-anak muda untuk ingin mendapatkan hal yang sama, terkenal dan kaya raya! Virus ini telah lengkap menyebar ke seluruh kalangan kaum muslimin, hingga kepada generasi muda, dan balita sekalipun, tidak terkecuali dibuatlah program untuk menyentuh kehidupan kaum muslimin dan mengalihkan mereka dari tauladan yang seharusnya mereka tiru, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al Ahzab : 21)

Sebagaimana yang dikatakan,” Seandainya cintamu sejati tentu engkau akan menaatinya!” Maka siapakah yang telah mengenal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, mengetahui keseharian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga berusaha untuk menirunya dan mengamalkan apa-apa saja yang telah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan.

Apakah di dalam Islam telah kehabisan idola sehingga kaum muslimin mengambil idola-idola lain yang tidak layak untukl dijadikan idola, idola yang mereka sukai itu tidak akan mampu membantu mereka untuk masuk surga Allah Ta’ala, kalau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang merupakan panutan sejati kaum muslimin saja tidak mereka kenal lalu bagaimana akan bisa untuk meniru beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Bukankah telah berlalu kisah lembaran-lembaran emas dari para salafush shalih pendahulu kita? Lembaran-lembaran yang telah banyak menggetarkan hati manusia yang membacanya, atau hati kaum muslimin sudah sedemikian jauh dari cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Berbahagialah bagi mereka yang telah menyerahkan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Cinta adalah fitrah manusia yang memiliki derajat dan tingkatan. Puncak cinta tertinggi adalah penghambaan dan ibadah, kepada siapa cinta itu ditujukan, dan bagaimana cinta itu diberikan. Itulah yang akan menentukan kebahagiaan dan kesengsaraan. Berbahagialah mereka yang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beserta keluarga dan shahabat beliau, sehingga kita kelak akan dikumpulkan di surga bersama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Walau kita tidak mampu untuk beramal sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mampu juga beramal sebagaimana para shahabat radhiyallah ‘anhum.

Karena seseorang pasti akan meniru orang yang dicintainya, maka janganlah sampai engkau wahai generasi muda Islam salah dalam melabuhkan cintamu, marilah berada dalam satu naungan cinta yang sama, yang insya Allah akan mampu mengantarkan kita kepada telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.




Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

HIKMAH SHALAT

Mengacu pada ayat suci Al-Quran bahwa Allah Ta’ala menganugerahkan ketinggian pada rumah orang-orang yang memperoleh bagian dari cahaya Rasulullahsaw dan mereka pun mengagungkan nama Allah Ta’ala dengan memperoleh bagian dari nur itu sesuai dengan ajaran Allah Ta’ala. Mereka menaruh perhatian pada ibadah-ibadah dan amal-amal salehnya. Hari ini saya akan sampaikan sedikit berkenaan dengan nasihat-nasihat Hadhrat Masih Mau’ud as yang telah diberikan kepada Jemaat beliau itu.

Allah Ta’ala telah menetapkan tujuan hidup manusia, yakni ibadah. Akan tetapi bagaimana cara beribadah itu? Bagaimana ibadah itu dilakukan? Imam pada zaman ini yang merupakan wujud yang paling banyak memperoleh bagian dari nur Rasulullah saw dan yang paling memahami perintah-perintah Allah Ta’ala dan yang memiliki kecerdasan penangkapan yang lebih tajam dalam memahami hukum-hukum Allah Ta’ala, dalam kaitan itu memberikan bimbingan kepada kita sesuai dengan bimbingan ajaran Al-Quran yang pemahamannya dianugerahkan kepada beliau. Hari ini saya juga akan terangkan sesuai dengan pemahaman itu.

Beberapa hari yang lalu ada seorang teman saya (ghair Ahmadi) datang untuk berjumpa. Beliau dari kalangan para cendekiawan besar dan di kalangan media massa beliau juga memiliki posisi yang dikenal. Beliau mulai membuka pembicaraan bahwa apa sebabnya di Pakistan khususnya mesjid-mesjid sedemikian ramainya dewasa ini yang mana pemandangan seperti itu tidak terlihat pada 62 tahun yang lalu. Kita melihat banyak orang yang pergi haji, sedemikian banyak jumlahnya sehingga sebelumnya tidak pernah terlihat. Kemudian banyak lagi kebaikan yang dia hitung. Kemudian beliau mengatakan lebih lanjut bahwa apa sebabnya dampak-dampak positif dan hasil-hasil yang baik tidak tampak sebagaimana semestinya.

Kemudian dia sendiri yang mengatakan bahwa pada dasarnya urusan-urusan di luar mesjid tidak bersih dan hal ini terjadi karena hati tidak bersih. Begitu keluar dari mesjid, mulai timbul rasa adanya debu yang menutupi hati dalam urusan-urusan sehari-hari. Saya katakan kepadanya bahwa ada satu hal yang hendaknya kita harus ingat bahwa ibadah-ibadah kita, shalat-shalat kita dan kebaikan-kebaikan kita yang lainnya itu baru akan bermanfaat manakala di dalamnya kita sendiri juga melakukan introspeksi terhadap diri kita sendiri. Hanya sekedar gembira bahwa kita beribadah atau kita menzahirkan nuansa corak Islami pada diri kita atau dengan tampilan kita, dengan wajah dan dengan kondisi kita zahir warna Islami, maka ini jelas bukan merupakan sebuah kebaikan.

Saya teringat pada sebuah kalimat dari sabda Hadhrat Mushlih Mau’ud ra yang saya beritahukan padanya bahwa: ”Sesungguhnya merupakan pekerjaan orang-orang untuk melihat amal-amal kalian. Tetapi merupakan pekerjaan kalian senantiasa memeriksa hati kalian”.

Jadi kalau orang-orang mengatakan bahwa dia adalah orang yang sangat rajin shalat, sangat rajin berpuasa, seorang haji yang benar-benar haji, maka dengan perkara-perkara itu saja tidak menimbulkan kebaikan-kebaikan. Ruh kebaikan yang sejati baru akan terlahir manakala timbul perasaan bahwa apakah semua pekerjaan ini saya lakukan demi untuk Tuhan? Dan untuk itu diperlukan upaya introspeksi terhadap hati sendiri. Dan tatkala introspeksi ini ada, maka dampak-dampak hakiki kebaikan-kebaikan itu akan menjadi zahir.

Hal kedua yang saya katakan padanya bahwa kalian tidak akan percaya. Akan tetapi pada kenyataannya bahwa tanpa mengimani Imam Zaman pada zaman ini, kebaikan-kebaikan yang kalian hitung itu tidak akan bisa menetapkan arahnya yang benar. Tidak akan menuju pada arah yang benar. Pengaruh syaithan juga menjadikan kebaikan-kebaikan berakhir dengan hasil-hasil yang tidak baik. Saya juga telah memberitahukan kepadanya bahwa jika urusan itu tidak bersih, hati tidak bersih atau akibat fitnah dan kekacauan, tanpa mengimani Hadhrat Masih Mau’ud as dan tanpa mengimani Khilafat sesudah beliau, kiblat (arah) tidak akan bisa benar. Pada hakikatnya adalah bahwa cara-cara ibadah pun, Hadhrat Masih Mau’ud as lah yang telah mengajarkan kepada kita. Quran itu dan syariat pun sama juga, tetapi Allah Ta’ala telah berikan pemahaman hakiki kepada pencinta sejati Rasulullahsaw. Rasa takut yang hakiki kepada Tuhan dan rasa cinta hakiki kepada Rasulullah saw, Hadhrat Masih Mau’ud as lah yang telah menciptakan itu di dalam diri kita dan beliau telah menerangi hal itu. Jadi, sejauh kita bisa menghargainya dan sebagai dampaknya kita terus mengintrospeksi diri kita maka ibadah-ibadah kita akan terus memberikan faedah kepada kita. Jadi ini merupakan tanggungjawab setiap Ahmadi bahwa mereka harus terus-menerus membaca berulang kali ilmu kalam Hadhrat Masih Mau’udas. Barang siapa yang dapat membaca, mereka hendaknya harus baca dan barang siapa yang bisa mendengar maka mereka hendaknya mendengar dan seyogianya berusahalah menjalani kehidupannya sesuai dengan itu.

Di puluhan tempat Hadhrat Masih Mau’ud as telah memberikan bimbingan kepada kita bahwa apa hakikat ibadah itu? Dan dalam Al-Quran di awal sekali, dalam surah Al-Fatihah, Dia telah mengajarkan doa:

-- Iyyâ-Ka na’budu wa iyyâ-Ka nasta’în --

Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (Al-Fatihah:5)

Apa maksud hakiki dari itu? Kita setiap hari membaca itu dalam shalat dan selesai dengan membaca itu. Tetapi jika kita melihat dengan pandangan Hadhrat Masih Mau’ud as, maka hakikat dari itu akan menjadi jelas.

Beliau di satu tempat bersabda bahwa: Di dalam firman Allah Ta’ala -- Iyyâ-Ka na’budu -- Ada sebuah isyarat lain dan itu adalah bahwa Allah Ta’ala dalam ayat itu mendorong hamba-hamba-Nya supaya di dalam ketaatan kepada-Nya, hendaknya harus mengerahkan tekad dan upaya hingga semaksimal mungkin dan seperti para hamba pilihan Allah Ta’ala yang setiap saat dengan mengucapkan ‘labbaik-labbaik’ hendaknya senantiasa berdiri di hadapan-Nya. Seolah-olah hamba-hamba ini tengah mengatakan bahwa, “Wahai Tuhan kami! Kami dalam melakukan mujahadah, menjalankan hukum-hukum Engkau, dalam mencari keridhaan Engkau kami tidak melakukan kekurangan. Tetapi hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan dan kami berlindung kepada Engkau dari sifat riya serta takabbur”. (Jangan ada amal kami yang hanya ingin mempertontonkan kepada orang). “Dan hanya kepada Engkaulah, kami memohon taufik yang sedemikian rupa yang membawa kepada petunjuk dan keridhaan Engkau; dan kami tetap teguh dalam beribadah dan taat kepada Engkau. Oleh karena itu tulislah kami masuk kedalam golongan hamba-hamba Engkau yang setia.”

Bersabda “Di sini ada lagi satu isyarat lain dan itu adalah bahwa hamba mengatakan, ‘wahai Tuhan kami! Kami telah mengkhususkan Engkau sebagai Wujud yang hanya Engkaulah yang layak disembah. Dan siapa pun yang selain Engkau, kami telah mengutamakan Engkau di atas semuanya. Jadi bagi kami, selain Dzat Engkau, kami tidak menyembah siapapun selain Engkau dan kami dari antara orang-orang yang mengimani ke-Esa-an Engkau’.”

Beliau a.s. bersabda: “…doa ini adalah untuk semua orang, tidak hanya untuk pribadi orang yang memanjatkan doa dan di dalamnya Allah Ta’ala menekankan atau mendorong orang-orang Islam untuk berdamai di antara sesama, selalu bersatu dan memegang tali persaudaraan. Dan orang yang berdoa sendiri hendaknya siap memasukkan diri dalam kesulitan demi karena merasa simpati pada saudaranya, sebagaimana dia bersusah payah untuk dirinya sendiri dan juga untuk memenuhi keperluan saudara-saudaranya, sedemikian rupa dia memberikan perhatian dan sedemikian rupa dia merasa gelisah dan resah, sebagaimana dia gelisah dan resah untuk dirinya dan dia tidak membedakan antara dirinya dan saudara-saudaranya. Dan dengan sepenuh hati dia menjadi orang yang simpati dengannya. Seolah-olah Allah Ta’ala menegaskan dan berfirman bahwa ‘wahai hamba-hamba-Ku, saling mendoakanlah di antara kalian sebagaimana kalian memberikan hadiah di antara saudara dan orang-orang yang mencintai kalian. [Dan untuk mengikut sertakan mereka] perluaslah ruang lingkup doa kalian dan perluaslah ruang lingkup niat-niat kalian. Di dalam niat-niat baik kalian [untuk saudara kalian pun], perluaslah jangkauan niat-niat itu dan dalam ihwal saling mencintai, jadilah kalian layaknya seperti saudara mencintai saudara dan bapak mencintai anak’.”[1]

Ini merupakan sedikit bagian dari terjemahan buku bahasa Arab karya Hadhrat Masih Mau’udas yang bernama Karamatrus-shâdiqîn. Jadi ini merupakan cara untuk menciptakan pengaruh-pengaruh dan dampak baik dari ibadah-ibadah. Diperlukan keluasan dalam niat-niat kita. Jika hanya memperhatikan keuntungan-keuntungan diri sendiri, maka ibadah-ibadah tidak akan dapat mencapai standar atau mutu itu. Hasil yang baik tidak akan dapat dicapai. Jika sesudah melakukan ibadah-ibadah tidak terlahir jalinan kecintaan di antara satu dengan yang lain, maka ibadah seperti itu perlu menjadi bahan renungan. Jika pergi ke mesjid-mesjid orang-orang Islam, maka dari kebanyakan tempat-tempat itu akan terdengar kata-kata keji dan kotor terhadap Masih Mau’udas dan Jemaat beliau. Manakala di mesjid-mesjid seperti itu kata-kata kotor dan ucapan tidak mengenal rasa malu yang keluar, maka apa pengaruh ibadah-ibadah itu pada para makmun yang melakukan shalat di belakang orang-orang yang mengucapkan kata-kata yang sia-sia seperti itu. Dan kemudian setelah keluar dari tempat seperti itu, apa yang orang-orang ini akan lakukan. Dan sejauh berkaitan dengan orang-orang Ahmadi, apa yang Hadhrat Masih Mau’ud as telah ajarkan kepada kita? Setelah mendengarkan perkataan seperti itu beliau bersabda: “Sabar merupakan sebuah mutiara yang besar. Jemaat hendaknya bersabar”.

Terkadang dengan mendengarkan hal seperti itu dalam satu pertemuan atau setelah mendengar caci makian, terkadang orang-orang memperlihatkan ketidaksabaran. Beberapa hari yang lalu, peristiwa-peristiwa seperti itu terjadi juga di Hindustan. Di sana pun orang-orang menulis surat yang mempelihatkan ciri ketidaksabaran. Atau ada satu dua orang Ahmadi yang memperlihatkan ketidaksabaran. Maka beliau as. bersabda: “Warga Jemaat hendaknya bersabar dan jangan menjawab kekerasan dengan kekerasan dan sebagai jawaban atas caci makian, dan jangan pula menjawab dengan caci makian. Allah Ta’ala menolong orang-orang yang bersabar. Saya tidak menyukai anggota Jemaat menyerang siapa pun atau melakukan sesuatu yang bertentangan dengan akhlak atau sopan santun”. Selain itu beliau a.s. Bersabda: “Pemahaman yang didapat dari wahyu-wahyu Ilahi pun adalah seseorang harus berlaku lemah lembut.”[2]

Kemudian beliau a.s. bersabda: “agama kita mengajarkan untuk berlaku baik kepada orang-orang yang melakukan keburukan”. Dan beliau a.s. juga bersabda: “Kita memperlakukan mereka dengan baik dan kita bersabar atas kekasaran mereka. Kalian serahkan pada Tuhan perlakuan buruk mereka”[3]

Manakala kalian menyerahkan itu kepada Tuhan, maka akan timbul perhatian kepada Tuhan. Kalian akan melakukan ibadah kepada Tuhan, maka Insya Allah Ta’ala, Dia akan datang untuk memberikan pertolongan.

Kemudian beliau juga memerintahkan kepada kita supaya berdoa untuk musuh dan membersihkan hati. Inilah perkara-perkara yang menegakkan standar atau mutu ibadah-ibadah, lalu menciptakan dampak-dampak dan hasil–hasilnya yang baik. Dan itu memberikan bimbingan terhadap ketentuan atau langkah-langkah masyarakat yang sesuai benar dengan ajaran Islam. Jadi inilah perkara yang setiap orang Ahmadi hendaknya berusaha menciptakannya di dalam dirinya. Kalau tidak, hanya menerima Hadhrat Masih Mau’ud as dan mengimani beliau sebagai Masih Mau’ud as, maka itu tidak akan membawa manfaat. Peraihan ketinggian-ketinggian itu akan dapat dicapai dengan berusaha mengamalkan ajaran yang Hadhrat Masih Mau’ud as telah berikan kepada kita. Di dalamnya tidak ada keraguan dan setiap orang yang menyebut dirinya Islam, dia yakin akan hal itu dan menganggap shalat itu sebagai rukun yang mendasar. Allah Ta’ala pun berkali-kali menekankan hal itu dan Hadhrat Rasulullah saw juga. Bahkan suatu kali ada satu kaum yang masuk Islam dan akibat kesibukan-kesibukan bisnisnya, dengan menyatakan alasan pekerjaan. Dia memohon kiranya mereka boleh meninggalkan shalat. Maka beliau saw. bersabda “ingatlah di dalam agama yang tidak ada ibadah kepada Tuhan, maka itu bukanlah agama.”

Inilah pentingnya shalat. Seorang yang mengaku dirinya Islam pun mengetahui, baik dia melakukan shalat atau tidak melakukan shalat. Tetapi orang-orang Islam dan setiap orang yang menyebut dirinya sebagai orang Islam, dia hendaknya setiap saat harus ingat bagaimana melakukan shalat. Sebagaimana saya memberikan rujukan dari seorang teman ghair Ahmadi bahwa mereka pun melakukan shalat-shalat, tetapi kendati demikian, kita tidak mengetahui kenapa urusan jual beli mereka tidak bersih? Terdapat satu kalangan besar diantara mereka sedemikian rupa, yang kendati mereka menganggap ibadah itu sebagai kewajiban agama yang sangat besar, tetapi banyak dari antara mereka yang melakukan itu hanya untuk pamer. Oleh karena itu merupakan nasib buruk bahwa pengaruh ibadah itu tidak ada lagi ada pada diri mereka. Hal ini disebabkan ibadah mereka tidak dilakukan dalam bentuk yang benar. Sebagian ada yang berusaha ingin melakukan shalat dengan penuh perhatian, tetapi ruh dari shalat-shalat dan kedalamannya tidak mereka pahami. Karena mata air ruhani yang Allah Ta’ala alirkan pada zaman ini untuk menganugerahkan pemahaman dan pengertian, para ulama yang hanya sekedar nama itu dengan menakut-nakuti secara luar biasa, ulama-ulama itu menjauhkan mereka dari berkat-berkatnya. Dan hari ini kita sebagai orang Ahmadi bernasib baik, karena kita tengah mengambil faedah dari sumber mata air ruhani yang sumbernya adalah majikan beliau, Hadhrat Muhammad saw, dan kini untuk perubahan keruhanian seluruh dunia dan untuk penegakan syariat yang terakhir, Allah Ta’ala telah memilih beliau saw semata.

AKHIRNYA GUNUNG ITU MENANGIS TAKUT TERGOLONG BATU API NERAKA

Pada suatu hari Uqa'il bin Abi Thalib telah pergi bersama-sama dengan Nabi Muhammad S.A.W. Pada waktu itu Uqa'il telah melihat berita ajaib yang menjadikan tetapi hatinya tetap bertambah kuat di dalam Islam dengan sebab tiga perkara tersebut. Peristiwa pertama adalah, bahawa Rasulullah S.A.W akan mendatangi hajat yakni mebuang air besar dan di hadapannya terdapat beberapa batang pohon. Maka baginda S.A.W berkata kepada Uqa'il, "Hai Uqa'il teruslah engkau berjalan sampai ke pohon itu, dan katalah kepadanya, bahawa sesungguhnya Rasulullah berkata; Agar kamu semua datang kepadanya untuk menjadi aling-aling atau penutup baginya, karena sesungguhnya baginda akan mengambil air wudlu dan buang air besar."

Uqa'il pun keluar dan pergi mendapatkan pohon-pohon itu dan sebelum dia menyelesaikan tugas itu ternyata pohon-pohon suda tumbang dari akarnya serta sudah mengelilingi di sekitar baginda S.A.W selesai dari hajatnya. Maka Uqa'il kembali ke tempat pohon-pohon itu. Peristiwa kedua adalah, bahawa Uqa'il berasa haus dan setelah mencari air ke mana pun jua namun tidak ditemui. Maka baginda S.A.W berkata kepada Uqa'il bin Abi Thalib, "Hai Uqa'il, dakilah gunung itu, dan sampaikanlah salamku kepadanya serta katakan, "Jika padamu ada air, berilah aku minum!"

Uqa'il lalu pergilah mendaki gunung itu dan berkata kepadanya sebagaimana yang telah disabdakan baginda itu. Maka sebelum ia selesai berkata, gunung itu berkata dengan fasihnya, "Katakanlah kepada Rasulullah, bahwa aku sejak Allah S.W.T menurunkan ayat yang bermaksud : ("Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu beserta keluargamu dari (siksa) api neraka yang umpannya dari manusia dan batu)." "Aku menangis dari sebab takut kalau aku menjadi batu itu maka tidak ada lagi air padaku."

Peristiwa yang ketiga ialah, bahawa ketika Uqa'il sedang berjalan dengan Nabi, tiba-tiba ada seekor unta yang meloncat dan lari ke hadapan rasulullah, maka unta itu lalu berkata, "Ya Rasulullah, aku minta perlindungan darimu." Unta masih belum selesai mengadukan halnya, tiba-tiba datanglah dari belakang seorang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus.Melihat orang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus. Melihat orang Arab kampung itu, Nabi Muhammad S.A.W berkata, "Hendak mengapakah kamu terhadap unta itu ?"

SEPULUH PELEBUR DOSA

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

Dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah menunjukkan bahwa ada sekitar sepuluh pelebur dosa, (rinciannya sebagai berikut):

Pertama: Taubat.

Hal ini disepakati oleh kaum muslimin. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)

Allah Ta’ala juga berfirman,

أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

“Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?” (QS. At Taubah: 104)

Begitu pula Allah Ta’ala berfirman,

وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ

“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan.” (QS. Asy Syura: 25). Dan masih banyak ayat-ayat lainnya semisal ini yang menunjukkan bahwa taubat akan melebur dosa.

Kedua: Istighfar (Mohon ampunan pada Allah).

Sebagaimana terdapat dalam hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذَا أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا فَقَالَ : أَيْ رَبِّ أَذْنَبْت ذَنْبًا فَاغْفِرْ لِي فَقَالَ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ قَدْ غَفَرْت لِعَبْدِي ثُمَّ أَذْنَبَ ذَنْبًا آخَرَ فَقَالَ أَيْ رَبِّ أَذْنَبْت ذَنْبًا آخَرَ . فَاغْفِرْهُ لِي فَقَالَ رَبُّهُ : عَلِمَ عَبْدِي أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ وَيَأْخُذُ بِهِ قَدْ غَفَرْت لِعَبْدِي فَلْيَفْعَلْ مَا شَاءَ قَالَ ذَلِكَ : فِي الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ

“Jika seorang hamba berbuat dosa, lalu ia berkata: Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa, ampunilah aku. Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku.” Kemudian ia berbuat dosa lainnya, lantas ia pun mengatakan pada Rabbnya, “Wahai Rabbku, aku betul-betul telah berbuat dosa lainnya, ampunilah aku.” Rabbnya menjawab, “Hamba-Ku telah mengetahui bahwa ia memiliki Rabb yang Maha Mengampuni dosa dan menhukumi setiap dosa. Aku telah mengampuni hamba-Ku. Lakukanlah sesukamu (maksudnya: selama engkau berbuat dosa lalu bertaubat, maka Allah akan mengampunimu, pen).” Kemudian ia pun melakukan dosa lain yang ketiga atau keempat.”[1]

Dalam shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمِ يُذْنِبُونَ ثُمَّ يَسْتَغْفِرُونَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ

“Seandainya kamu sekalian tidak berbuat dosa sama sekali, niscaya Allah akan memusnahkan kalian. Setelah itu, Allah akan mengganti kalian dengan umat yang pernah berdosa. Kemudian mereka akan memohon ampunan kepada Allah (beristighfar) dan Allah pun pasti akan mengampuni mereka.”[2]

Dapat kita katakan bahwa sebagai pelebur dosa ialah istighfar (mohon ampunan pada Allah) disertai dengan taubat. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada hadits,

مَا أَصَرَّ مَنْ اسْتَغْفَرَ وَإِنْ عَادَ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Bukanlah orang yang terus berbuat dosa orang yang meminta ampunan (beristighfar) walaupun ia kembali melakukan dosa dalam sehari sebanyak seratus kali.”[3]

Sebagian ulama mengatakan bahwa istighfar tanpa taubat pun dapat melebur dosa. Penjelasan lebih jauh tentang hal ini diulas di tempat lainnya. Karena istigfar yang disertai dengan taubat, itulah yang ada pada orang yang ingin bertaubat. Sedankan istighfar yang tidak disertai dengan taubat, maka ini akan didapati pada sebagian orang yang beristighfar, di mana istighfar mereka di dalamnya terdapat khosyah (rasa takut yang sangat pada Allah), ada pula rasa ingin kembali pada-Nya. Inilah yang dapat menggugurkan dosa-dosanya. Sebagaimana masalah ini dapat kita lihat tentang hadits “bithoqoh”, orang yang memiliki kartu “Laa ilaha illallah”. Kartu tersebut ternyata lebih berat dari dosa-dosanya yang begitu banyak. Ini semua karena ia memiliki shidq (sifat selalu membenarkan) dan ikhlas sehingga menghapuskan dosa-dosa yang ada. Begitu pula dosa seorang pezina yang ia memberikan minuman pada seekor anjing karena di dalam hatinya ada iman. Masih banyak contoh lainnya selain itu.






Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

RENUNGAN : MAKANYA KALO JADI ORANG KAYA BATU , BIASA BIASA AJA...

Suatu hari ada orang kaya yg baru jual tanahnya sekitar 2 hektar namanya Somad.
Setelah tanahnya laku dan mendapat duit banyak si Somad ceritanya langsung beli motor balap.
Pas keluar dari dealernya si Somad langsung juga tancap gas tuh motor barunya sekenceng-kencengnya…ngeng....ngeng....

Di persimpangan jalan dia ngeliat mobil BMW sery terbaru, tuh mobil langsung dipepet sama si Somad sambil gedor-geduor kaca tuh mobil.
Nyang punya mobil kaget….. duak…duak..duak…yang punya mobil buka kaca sambil nanya maksud si Somad.

Yang punya mobil : ” ada apaan sih pake gedor-gedor mobil !???”
Somad : “woy lo punya gak motor kayak gini?”

Pikir yang punya mobil, ini orang pera’  banget lagunya,  mentang2 punya motor balap, dicuekinlah si Somad….
Si Somad yg masih penasaran nguber tuh mobil kemudian nge-gedor-gedor lagi tuh mobil ......

Yg punya mobil :” ada apaan lagi siiih!!!!”
Somad : ” wooooy looo puuunnnyyyyaaaa gaaaakkkk mottttoooorrrr kkkaaaaayyyyyaaakkkk gggiiiiiinnnnniiiii…..i???”
Yang  punya mobil bete ditanyain mulu langsung banting stir.
Si Somad yg lg ngebut nabrak tuh mobil…   gubruaaaak..... dan jatuh plus bersimbah darah pula.

Yang punya mobil merasa iba langsung turun mau nolongin si Somad.
Yang punya mobil : ” eh..lo gak kenapa2 kan!?”
Somadi : ” woy lo punya gak motor kayak gini? gue cuma mao nanya rem-nye dimaneeee……."

xi.....xi....xi...... makanya jangan pada sombong kalo orang nanya di jawab....





Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

BANGKITKANLAH DIRI KITA DENGAN SABAR DAN TAWAKKAL

Suatu saat anda ditimpa goncangan hidup berupa musibah,cobaan,atau kegagalan atas apa yang ingin kita capai padahal kita merasa sudah berikhtiar…kemudian kita larut dalam rasa susah,tak berguna,terpuruk,terbuang,dan seabreg keruwetan lainnya. Hati – hatilah, kondisi ini mungkin mendorong anda berbuat ceroboh, dan menimbulkan masalah baru yang tidak terduga. Kenapa kita tidak mencoba mengubah penafsiran kita atas kesusahan yang menimpa kita, kenapa kita perlu bersabar??



Sabar, khususnya ketika mendapatkan kesulitan adalah menjaga hati dari menggerutu, menjaga lisan dari berkeluh kesah dan menjaga diri dari perbuatan yang terlarang. “Sabar yang sebenarnya ialah sabar pada saat bermula (pertama kali) tertimpa musibah”. (HR. Bukhari). Ketika mencoba sabar,saat itu kita telah memutuskan memberikan semangat untuk pantang menyerah,efeknya luar biasa kita bisa berpikir jernih atas masalah yang dihadapi dan menanamkan harapan untuk bangkit menuju keberhasilan. Dengan sabar kita akan dapat menangkap hikmah dari cobaan tersebut. Sabar menjadikan kita semakin tangguh dalam mengarungi hidup. Kita akan mengerti bahwa kesusahan adalah cara Allah agar kita tambah dewasa,tambah kuat,tambah menghargai hidup. Cobaan datang karena Allah sayang pada kita sebagai peringatan ketika kita khilaf. Segala yang mudah didapat akan mudah menghilang,segala yang susah didapat akan susah hilang,misalnya kita lihat buah durian yang sulit dibuka dan durinya menyeramkan ternyata isinya lezat


Hidup membawa kesempatan,dan dari kesempatan muncullah pertumbuhan, bagi beberapa orang,”kesempatan” dianggap sebagai masalah,bukan sebagai balok penyusun pertumbuhan, perubahan pun dapat disambut atau ditolak,pilihannya ada pada diri kita. Ketika kehidupan memunculkan tantangan dan rintangan,kita dapat memandang setiap kesempatan sebagai sebuah tantangan seraya menemukan kekayaan yang mungkin termuat didalamnya dapat meningkatkan kualitas kita. Dengan sabar kita merangkul rasa takut dan berhadapan dengan tantangan sambil mencari keuntungan dan kesempatan atas pertumbuhan yang ditawarkan. Lihatlah bagaimana bayi merasakan sakitnya awal pertumbuhan gigi,merasakan susahnya merangkak,sakitnya merupakan cara tubuh dan jiwa memunculkan potensi baru.


Sehingga sabar membuat kreatif ketika sampai saat kedatangan musibah atau penderitaan lalu kita bersyukur dengan harap cemas,”Alhamdulillah,Kemampuan baru apalagi yang akan diberikan Allah kepadaku?”


Kemampuan yang diberikan Allah kita gunakan untuk berusaha lebih baik, kemudian kita pasrahkan / tawakal pada Allah dengan sepenuh keyakinan karena “Siapakah Kita seHingga Harus Menyerah Pada Selain Allah???”. Dengan totalitas kepercayaan kepada Allah dan niat tulus ini maka kita menyimpulkan “JIKA SAYA BERPIKIR AKAN BISA ,MAKA SAYA PASTI BISA”


Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (Al-Baqarah:155).




Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

lanjutan : GEMPA DAN KEMUSYRIKAN

Kepala Kerbau

Namun, yang mengkhawatirkan, di antara sekian banyak program tersebut terselip tontonan bernuansa syirik (menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala) dan terkesan mubazir.Di Pelabuhan Ratu, ibu kota Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, misalnya. ada upacara adat Serah Taun, sebuah upacara memasukkan padi hasil panen ke dalam leuit (gudang). Menurut Nano Juhartono, Kepala Seksi Wisata Khusus Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, acara tersebut kental dengan unsur magis.

Bayangkan, sebelum prosesi dilakukan, para puun (dukun) membacakan mantra-mantra yang ditujukan kepada Dewi Padi, yang biasa dikenal dengan Nyi Sri. Menurut Nano, mantra-mantra itu juga mengandung makna ucapan terima kasih kepada Nyi Sri atas terselenggaranya panen dengan baik.

Tak cuma itu, Pelabuhan Ratu yang terletak di pesisir pantai selatan Pulau Jawa ini punya tradisi tahunan bernama Pesta Nelayan. Acara yang diselenggarakan setiap bulan April ini juga punya tujuan yang sama seperti Serah Taun. Hanya saja, pesta yang selalu ditandai dengan pelepasan sesajen berupa kepala kerbau dan nasi tumpeng ini dipersembahkan kepada Nyi Roro Kidul.

Uniknya, pelepasan sesajen itu dilakukan oleh seorang wanita yang didandani dan menggunakan kebaya warna hijau. Konon, Nyi Roro Kidul sangat menyukai warna hijau. Tak cuma itu, wanita itu pun harus cantik. Untuk mendapatkan yang cantik, biasanya panitia pesta nelayan menggelar kontes kecantikan tingkat SMU.

Belakangan, menurut Ali Murtadho, Ketua Panitia Pesta Nelayan di tahun itu, persembahan kepala kerbau sudah tak ada lagi. "Kepala kerbau, sejak beberapa tahun silam, sudah diganti dengan benur (benih ikan) dan kura-kura," katanya. Namun, menurut pengakuan Ketua MUI Kecamatan Pelabuhan Ratu, KH Abdullah Mansyur, kepala kerbau itu masih tetap ada, tapi hanya sekadar saja.

"Kalau dulu hanya menyembelih satu kerbau, tapi sekarang tinggal beli di pasar," ujarnya saat ditemui di Pelabuhan Ratu.

Abdullah sudah berupaya untuk mengubah budaya ini dengan menyisipkan istighosah pada acara ini. Alasannya, istighosah juga bermakna bersyukur, cuma bukan kepada Nyi Sri, melainkan kepada Allah SWT.

Itu saja, menurut Abdullah, masih ada nelayan yang protes. Mereka mengaku hasil tangkapan menjadi berkurang. Walhasil, sekelompok kecil nelayan sempat ketahuan mengadakan sendiri acara lempar sesajen kepala kerbau atas dukungan dana dari seorang bandar ikan.

Lalu, berapa rupiah yang masuk ke kas daerah dari perayaan budaya ini? Sayang sekali Nano tak memiliki datanya. Yang jelas, kata Nano, setiap perayaan dua upacara itu selalu dihadiri turis-turis bule.

lanjutan : GEMPA DAN KEMUSYRIKAN

Sambutan daerah


Beberapa daerah kemudian mencanangkan dirinya sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) Visit Indonesia Year. Mereka juga mentargetkan jumlah kedatangan wisman ke daerahnya. Propinsi Sumatera Barat (Sumbar), misalnya, memasang target 5 juta wisatawan.


Berbagai event bertaraf internasional mereka persiapkan, seperti World Climbing Festival di Kabupaten Limapuluh Kota, Festival Jam Gadang, dan Pedati Nusatara VIII 2008 di Bukittinggi, Pekan Budaya di Batusangkar, Hoyak Tabuik di Pariaman, Festival Danau Singkarak dan Danau Maninjau, Paralayang Internasional, dan Festival Langkisau di Pesisir Selatan.


DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Kalimantan, dan daerah lainnya, menggelar pula berbagai program yang beragam. 




Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

lanjutan : GEMPA DAN KEMUSYRIKAN

Demi Wisman, Syirik Diabaikan

Indonesia pernah mencanangkan tahun 2008 sebagai Tahun Kunjungan Wisata. Sayang, yang dipertontonkan justru tradisi yang dimurkai Allah

Optimis. Demikian raut wajah Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Republik Indonesia, sebelum menabuh beduk tanda diresmikannya Visit Indonesian Year (VIY) 2008 lalu.

Tak hanya itu, hari itu juga menjadi hari yang membanggakan bagi Jero. Pasalnya, sebagai menteri, baru pada masanya Indonesia kembali berhasil menggelar Tahun Kunjungan Wisata.

Menurut Jero, VIY 2008 bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan sektor pariwisata dengan mengajak seluruh komponen masyarakat berpartisipasi mensukseskan program ini.

"Kita telah menyiapkan lebih dari 100 even di seluruh Indonesia untuk menyambut kedatangan wisman (wisatawan mancanegara)," katanya.

Target pun sudah dipasang. VIY 2008, kata Jero, diharap bisa mendatangkan 7 juta wisman. Tahun 2006, wisman yang ditargetkan 6 juta hanya tercapai 5,5 juta orang. Sedikit lagi mencapai target.

Jero juga mengaku, telah mendapat dana sebanyak US$ 15 juta untuk mempromosikan proyek besar ini ke seluruh dunia. Salah satunya, dengan beriklan di berbagai stasiun televisi ternama di seantero dunia.

Bagi Jero, menjadikan tahun 2008 sebagai Tahun Kunjungan Wisata bukan berarti tanpa perhitungan. Indonesia sudah lama tidak menggelar program ini, setelah terakhir tahun 1991. Selain itu, "Kita juga mencari momen yang tepat. Tahun 2008 adalah 100 tahun kebangkitan nasional," kata Jero lagi waktu itu.

Tantangan program ini, ancaman terorisme, bencana alam, dan keamanan, yang bisa mengkhawatirkan turis asing masuk ke Indonesia. Program ini diharapkan bisa mengembalikan nama baik Indonesia di mata dunia.




Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

JANGAN KOSONGIN TUH RUMAH DARI QUR'AN

Rumah Kosong dari Al-Quran..


Manusia yang tidak mengamalkan Al-Quran bahkan tidak memiliki hafalan sedikit pun bagian dari Al-Quran, ibarat rumah yang kosong.


...Demikian nasehat yang disampaikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa 'Ala Alihi wa Sallam:

"Sesungguhnya orang yang di dalam dirinya tidak ada sedikit pun dari Al-Quran, seperti rumah yang kosong (tidak berpenghuni)"
(HR At-Tirmidzi).


Bila rumah yang kosong adalah rumah yang tak berpenghuni dan berperabotan, maka hati yang kosong adalah hati yang di dalamnya tak ada sedikitpun hafalan Al-Quran.


Bila rumah yang kosong dipenuhi oleh serangga dan binatang liar, maka hati yang kosong dipenuhi oleh was-was, kegelisahan, gamang, keruwetan urusan, dan diombang-ambing kesedihan..






Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

"KETIKA AKU MENCARIMU........"

Ya Robb....Terlalu lama kubiarkan diriku merangkai dosa.Menghimpun nista dalam bingkai hati yg lemah Membungkus maksiat dengan pita berwajah durjana

Ya Robb....Betapa banyak rentang waktu yg kusia - siakan. Betapa tak pernah kuhitung nikmat dan karunia MU. Padahal betapa besar cinta yang KAU berikan padaku

Ya Robb...Ketika sholat kutinggalkan.Ketika puasa kuabaikanKetika Al Qur'an kubiarkan diam tak ku lantunkan Ketika bibir telah kering dari ASMAMUKetika nadi dan jantung tak lagi pernah berzikir padaMU Inikah yang kubanggakan padaMU?

Ya Robb...Diatas sajadah cinta Kutersungkur di hadapanMU. Tatkala KAU menegurku dengan bahasa MU yang lembut.Begitu indah mengalirkan nafas ampunan ke aliran darahkuAku malu ya Robb...Aku malu menghadapkan wajahku ke hadapanMU.Apa yang bisa kubanggakan pada MU,Kecuali setumpuk dosa dan kehinaanku

Ya Dzat Yang Maha Rahman dan RahimJangan KAU jauhkan aku setelah KAU dekatlkan aku Jangan Kau tinggalkan Aku setelah KAU tuntun aku Jangan KAU sesatkan AKU setelah KAU beri aku petunjuk Jangan

biarkan aku sendirian tanpaMU


Ya Robb ....Lindungi aku dengan kalimatMU. Jaga aku dengan LAA ILAAHAILLAULOH MUHAMMADUR ROSULLULLOH "







Ya Robb...Jangan biarkan airmata taubat ini sia - sia.Jangan biarkan tangis harapan ini membentur karang. Karena aku tau cinta MU melebihi isi langit dan bumi






Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih

KESEDERHANAAN DIDALAM BERIBADAH

Ada seorang pemuda, sebut saja si Fulan. Dulu dia seorang yang rajin beribadah. Kalau masalah shalat wajib berjama’ah jangan ditanya, dia tidak pernah ketinggalan mengerjakannya. Shalat malam?! dia pun ahlinya. Baca Al-Qur’an?! sudah berkali-kali khatam. Puasa senin-kamis?! itu rutinitas mingguannya. Menghadiri pengajian?! Lha wong ustadznya saja sangat dekat dengan dia karena saking rajinnya menghadiri pengajian.


Namun itu cerita dulu. Sekarang si Fulan telah berubah. Alhamdulillah tidak sampai berubah “180 derajat”. Tapi ibadah-ibadah yang dulu dia geluti sekarang hampir semuanya dia tinggalkan. Lho kenapa ya?!


Mengenal Penyakit FuturMungkin yang sekarang menimpa si Fulan -atau orang yang sejenisnya- adalah rasa futur dalam mengerjakan ibadah. Futur adalah suatu masa dimana seseorang yang tadinya begitu bersemangat tiba-tiba menjadi lemah, seolah semangatnya itu lenyap ditelan waktu.



Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda, “Setiap amal perbuatan itu memiliki puncak semangatnya, dan setiap semangat memiliki rasa futur.” (HR.Ahmad)


Hindari Sikap BerlebihanSalah satu hal yang menjadikan ajaran Islam ini sebagai rahmatan lil ‘alamin adalah dilarangnya sikap berlebihan dalam beribadah dan tercelanya perbuatan tersebut.


Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, diantaranya kisah tiga orang sahabat yang mendatangi rumah istri-istri Rasulullah demi menanyakan bagaimana beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam beribadah. Setelah mereka bertiga diberitahu tentang hal tersebut mereka merasa minder, lalu berkata, “Kita ini siapa dibandingkan dengan Rasulullah?! padahal beliau seorang yang telah diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.”Kemudian salah seorang dari mereka bertiga berkata, “Kalau begitu aku akan shalat malam terus menerus (dan tidak tidur).”Yang satunya lagi berkata, “Adapun aku, aku akan berpuasa seharian penuh dan tidak berbuka.”


Yang lainnya lagi berkata, “Kalau aku, aku akan memisahkan diri dari wanita dan tidak akan menikah selamanya.”

Kemudian Rasulullah mendatangi mereka seraya bertanya, “Apakah kalian yang tadi berkata demikian dan demikian?!. Adapun aku, demi Allah, sungguh aku adalah orang yang paling takut dan bertakwa kepada Allah di antara kalian. Akan tetapi bersamaan dengan itu, aku berpuasa dan aku pun berbuka. Aku shalat dan aku pun tidur. Aku pun menikah dengan para wanita. Dan siapa saja yang tidak suka dengan sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.” (HR. Muslim).



Dalam hadits lain Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda, “Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seseorang yang berlebih-lebihan dalam agama kecuali akan terkalahkan.” (HR. Bukhari)

Bahkan Rasulullah sendiri saja terkadang tidak memperpanjang shalatnya, sebagaimana yang dituturkan oleh Abu ‘Abdillah Jabir bin Samrah Radhiyallahu ‘anhuma, “Aku pernah shalat bersama Nabi. Shalat beliau tidak lama, demikian pula dengan khutbahnya.” (HR. Muslim). Al-Imam An-Nawawi menerangkan bahwa maksudnya adalah shalatnya tidak terlalu lama dan tidak terlalu sebentar.

Sedikit Asal Rutin, Itu KuncinyaUntuk ibadah-ibadah yang hukumnya tidak wajib, kita boleh untuk tidak mengerjakannya secara menyeluruh. Bahkan yang terbaik dalam beramal adalah mengerjakan yang kita bisa meskipun tidak banyak asal dengan syarat : RUTIN.

Inilah yang diajarkan oleh Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dalam sabdanya, “Amalan yang paling dicintai adalah yang rutin walaupun sedikit.” (Muttafaq ‘alahi)

Rasulullah juga pernah menasehati ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash, “Wahai ‘Abdullah, janganlah kau menjadi seperti orang itu. Dulu ia rajin qiyamul lail, namun kemudian meninggalkannya.” (Muttafaq ‘alaih)

Harus Sesuai Syari’atSebuah pemahaman yang patut dimengerti oleh setiap muslim adalah bahwa amalan itu hanya dapat diterima jika memenuhi 2 syarat utama: (1) ikhlas hanya karena Allah, dan (2) mengikuti apa yang telah disyariatkan dan dicontohkan oleh Rasulullah. Kalau salah satu keduanya tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.

Sah-sah saja kita beramal dengan berbagai macam ibadah selagi kita mampu, namun yang perlu diperhatikan juga ialah amalan-amalan tersebut hendaknya bersumber dari 2 syarat tadi. Jika amalan yang kita kerjakan selama ini ternyata hanya sekedar ‘produk buatan’ manusia saja (tidak sesuai dengan syariat, membuat ibadah baru), apalagi ditambah dengan ketidak-ikhlasan kita, maka yakinilah bahwa amalan tersebut pasti tertolak.

Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang membuat-buat ajaran baru yang bukan berasal dari kami maka ia tertolak.” (HR.Muslim)Dan masih ingat dengan kisah 3 orang sahabat tadi?! Bukankah amalan-amalan yang mereka lakukan itu semuanya baik bila kita melihatnya dengan sekilas saja (shalat semalam suntuk dengan tidak tidur, puasa seharian penuh dengan tidak berbuka, dan bersikeras untuk tidak menikah) ?! Akan tetapi Rasulullah membencinya disebabkan ketidaksesuaian amalan-amalan tersebut dengan syari’at Islam.

Betapa indahnya perkataan seorang ‘Abdullah bin Mas’ud terkait masalah ini, “Sederhana dalam mengikuti Sunnah itu jauh lebih baik daripada berlebih-lebihan dalam mengerjakan amalan-amalan baru yang tidak pernah dicontohkan Nabi.”

APAKAH BOLEH SEORANG YANG BERIBADAH HAJI TAPI MASIH PUNYA HUTANG...

Apakah boleh seseorang berhaji dalam keadaan berutang? Aku pernah mendengar, ada yang katakan bahwa tidak boleh seseorang berhaji dalam keadaan seperti itu sampai ia melunasi utang-utangnya. Apakah benar seperti itu? Apakah haji itu hanya diperintahkan pada orang yang telah nikah saja atau selainnya (yaitu bujang) juga termasuk di dalamnya?

Jawaban dari Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’:

Pertama, jika berutang tadi mampu untuk dilunasi ditambah ia masih memiliki nafkah untuk berangkat haji dan ia tidak terasa berat untuk melunasinya, atau ia berhaji dan diizinkan dan diridhoi oleh orang yang memberi utangan, maka dibolehkan seperti itu. Jika tidak demikian, maka tidak dibolehkan ia berhaji. Namun seandainya ia berhaji pun dalam keadaan seperti itu, hajinya sah.

MARI KITA LIHAT HIKMAH IDUL ADHA

Idul Adha atau yang lebih dikenal dengan istilah Hari Raya Qurban merupakan salah satu hari raya yang begitu akbar dirayakan oleh seluruh umat Islam baik di bumi Nusantara maupun di belahan dunia lainnya. Dikumandangkannya Takbir, Tahlil dan Tahmid sejak 10 Dzulhijjah sampai 13 Dzulhijjah yang merupakan hari Tasyriq, menandakan, Idul Adha memiliki nuansa dan getaran Tauhidiyah yang sendiri.

Idul Adha atau yang lebih dikenal dengan istilah Hari Raya Qurban merupakan salah satu hari raya yang begitu akbar dirayakan oleh seluruh umat Islam baik di bumi Nusantara maupun di belahan dunia lainnya. Dikumandangkannya Takbir, Tahlil dan Tahmid sejak 10 Dzulhijjah sampai 13 Dzulhijjah yang merupakan hari Tasyriq, menandakan, Idul Adha memiliki nuansa dan getaran Tauhidiyah yang sendiri.



Perayaan Idul Adha yang ditandai dengan penyembelihan hewan qurban pada hakikatnya membawa pikiran, hati dan keimanan kita larut kepada satu peristiwa besar yang terjadi puluhan abad yang silam. Kisah yang begitu mengharukan dari seorang hamba Allah yang taat yaitu Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail yang begitu sabar dan patuh pada perintah Sang Khalik, Allah SWT, yang untaian kisahnya begitu indah dilukiskan dalam Al Quran surah Ash-Shafat ayat 102-105 yang artinya ‘Maka ketika anak itu sampai pada umur dewasa yakni sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku yang kusayang, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah, bagaimana pendapatmu. ‘Dia (Isma’il) menjawab,’Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatkanku termasuk orang yang bersabar. ‘Maka setelah keduanya bertekad bulat dalam berserah diri (kepada Allah) dan dibaringkan pipi (Isma’il) di atas tanah. Kemudian kami berseru kepadanya, ‘Hai Ibrahim, engkau telah benar-benar melaksakan perintahKu dalam mimpi itu. Demikianlah sesungguhnya Kami membalas orang-orang yang berlaku baik. ‘

Pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan putranya Isma’il AS digambarkan Allah SWT sebagai ujian keimanan yang nyata sebagai mana Firman-Nya dalam surah Ash-Shafat ayat 106 yang artinya, ‘Sesungguhnya ini merupakan uji coba yang nyata.’Dan dalam lanjutan kisah penyembelihan ini Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang menggantikan Nabi Ismail dengan sembelihan dari syurga yakni seekor kibas yang besar yang dahulu dikorbankan oleh Habil, putra Nabi Adam AS sebagaimana Firman Allah dalam surah Ash-Shafat 107 yang artinya,’Kami tebus anaknya itu dengan sembelihan besar (seekor domba/kibas).’

Ketaatan Nabi Ibrahim AS dalam menjunjung tinggi perintah Allah dan keikhlasan serta kesabaran Nabi Ismail mengundang kekaguman para malaikat yang menyerukan kalimat Takbir, ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’, yang disambut Nabi Ibrahim dengan kalimat Tahlil, Laailaha Illallahu Allahu Akbar, yang diikuti pula oleh Nabi Ismail dengan ucapan Tahmid, ‘Allahu Akbar WalillahIlhamd ‘yang hingga saat ini, rangkaian kalimat yang mulia ini menghiasi ratusan juta bibir umat Islam saat merayakan Idul Adha. Rangkaian kisah keluarga taat yang Allah Abadikan dalam Al Quran nul karim tentunya mengandung banyak hikmah dan pelayaran yang sangat berharga bagi seluruh ummat manusia. Ibnu Katsir, salah seorang ulama Tafsir terkemuka menyatakan apabila Allah SWT mengabadikan satu kisah dalam Al Quran, maka sesungguhnya kisah ini amat bernilai tinggi dan berisikan pelajaran yang sangat berharga bagi manusia.

Adapun beberapa hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa Idul Qurban antara lain adalah:

SPESIAL IDUL ADHA "MEMBANGUN KEKUATAN UMMAT"

SPESIAL IDUL ADHA "MEMBANGUN KEKUATAN UMMAT"
oleh Tausiyah Abi Ridwan AlMahbuby pada 15 November 2010 jam 0:44

الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ اِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ اَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ اَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu. Jamaah Shalat Idul Adha Yang Dimuliakan Allah.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir pada pagi ini dalam pelaksanaan shalat Idul Adha. Kehadiran kita pagi ini bersamaan dengan kehadiran sekitar tiga sampai empat juta jamaah haji dari seluruh dunia yang sedang menyelesaikan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Semua ini karena nikmat terbesar yang diberikan Allah swt kepada kita, yakni nikmat iman dan Islam.

Shalawat dan salah semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikuti setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.

Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu. Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Idul Adha yang kita rayakan dari tahun ke tahun selalu memberi makna dan pelajaran yang amat berharga bagi kita, baik secara pribadi dan keluarga maupun sebagai umat dan bangsa. Lebih dari 200.000 jamaah haji kita dari Indonesia bersama dengan sekitar 3 juta jamaah haji dari seluruh dunia selalu kita doakan agar dapat melaksanakan ibadah haji dengan sebaik-baiknya dan menjadi haji yang mabrur, karena haji yang mabrur pasti memberi pengaruh positif dalam kehidupan ini.

Idul Adha tahun ini kita masuki dalam suasana duka bangsa Indonesia yang dilanda oleh berbagai musibah yang datang silih berganti, mulai dari banjir, tanah longsor, gempa bumi sampai gunung meletus, belum lagi dengan berbagai persoalan kehidupan yang begitu banyak, baik di desa-desa terpencil maupun di perkotaan, satu persoalan belum terpecahkan sudah muncul lagi persoalan berikutnya. Oleh karena itu, mengambil hikmah dari ibadah haji dan qurban serta meneladani kehidupan Nabi Ibrahim as dan keluarganya menjadi sesuatu yang amat penting. Paling tidak, ada lima kekuatan yang harus kita bangun pada umat kita ini untuk bisa mengatasi persoalan dan membangun kehidupan yang lebih baik pada masa-masa mendatang.

Pertama, kekuatan aqidah, iman atau tauhid kepada Allah swt. Nabi Ibrahim as telah mencontohkan kepada kita bagaimana aqidah begitu melekat pada jiwanya sehingga ia berlepas diri dari siapapun dari kemusyrikan, termasuk orang tuanya yang tidak mau bertauhid kepada Allah swt sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

Sesungguhnya Telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka Berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan Telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja (QS Al Mumtahanah [60]:4).

Salah satu dampak positif dari aqidah yang kuat akan membuat seorang mukmin memiliki prinsip yang tegas dalam setiap keadaan, dia tidak lupa diri pada saat senang, baik senang karena harta, jabatan, popularitas, pengikut yang banyak maupun kekuatan jasmani dan iapun tidak putus asa pada saat mengalami penderitaan, baik karena sakit, bencana alam, kekurangan harta maupun berbagai ancaman yang tidak menyenangkan, inilah yang membuatnya menjadi manusia yang mengagumkan, Rasulullah saw bersabda:

عَجَبًا ِلأَمْرِ الْمُؤْمِنِ اِنَّ اَمْرَهُ كُلَّهُ لَخَيْرٌ وَلَيْسَ ذَالِكَ ِلأَحَدٍ اِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ ِانْ اَصَبَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَاِنْ اَصَبَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ Menakjubkan urusan orang beriman, sesungguhnya semua urusannya baik baginya dan tidak ada yang demikian itu bagi seseorang selain bagi seorang mu’min. Kalau ia memperoleh kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya. Kalau ia tertimpa kesusahan, ia sabar dan itu baik baginya (HR. Ahmad dan Muslim).

Kekuatan umat Kedua yang harus kita bangun adalah akhlak yang mulia. Kondisi akhlak masyarakat kita sekarang kita akui masih amat memprihatinkan, bila ini terus berlangsung, cepat atau lambat yang lemah dan hancur bukan hanya diri dan keluarga, tapi juga umat dan bangsa. Seorang ulama Mesir yang wafat tahun 1932 M yang bernama Syauqi Bey, menyatakan :

إِنَّماَ الأُمَمُ الأَخْلاَقُ ماَ بَقِيَتْ وَإِنْ هُمُوْ ذَهَبَتْ أَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا Suatu bangsa akan kekal selama berakhlak, bila akhlak telah lenyap, lenyaplah bangsa itu. Karena itu melanjutkan misi Nabi Muhammad saw memperbaiki akhlak menjadi sesuatu yang amat penting. Profil Nabi Ibrahim dan keluarganya serta dari ibadah haji yang harus ditunaikan oleh kaum muslimin sekali seumur hidupnya adalah menjauhi segala bentuk keburukan dan melakukan segala bentuk kebaikan. Kesimpulan ini kita ambil dari larangan melakukan keburukan bagi jamaah haji, Allah swt berfirman:

(Musim haji) adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh mengerjakan rafats (perkatan maupun perbuatan yang bersifat seksual), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Dan berbekallah kamu, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa, dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal (QS Al Baqarah [2]:197)

ASAL TAU AJA ,TAPI NGGA USAH PADA RIBUT, ABI MAU BAHAS TENTANG "CARA MEMAHAMI PERBEDAAN IDUL ADHA 1431 H"

Memahami perbedaan Idul Adha 1431 H

Hampir setiap tahun setiap MENJELANG Baik Idul Fitri maupun Idul Adha pasti terdapat perbedaan,

sampai sampai di kalangan masyarakat awam beredar pertanyaan mengapa akan terjadi perbedaan antara Muhammadiyah, NU, pemerintah, dan Arab Saudi dalam penentuan 1 Dzulhijjah 1431 H yang berdampak perbedaan penetapan tanggal 10 Dulhijjah sebagai hari raya Idul Adha.

Jadi menurut Abi,

Pertanyaan ini wajar ramai dibicarakan karena jauh-jauh hari Kementerian Agama RI dalam hal Dirjen Bimas Islam Prof Dr H Nazaruddin Umar MA menyatakan bahwa Idul Adha tahun ini berpotensi terjadi perbedaan antara Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, pemerintah, dan Arab Saudi (Media on line, Jumat, 22 Oktober 2010).

Perbedaan antara Muhammadiyah dengan NU dan pemerintah bahkan kiranya sudah terbaca dengan jelas dalam sidang tim pakar hisab rukyah Indonesia yang tergabung dalam Badan Hisab Rukyah RI yang pada tanggal 2 November 2010 melakukan rapat bersama. Dan secara resmi pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama RI melakukan penetapan resmi setelah sidang isbat 1 Idul Adha 1431 H yang dilaksanakan pada tanggal 6 November 2010. Perbedaan penetapan bulan Qamariyah yang berkaitan dengan ibadah yakni penetapan awal-akhir Ramadan dan awal Dzulhijjah di Indonesia memang biasa terjadi

Bahkan Snouck Hourgronje pernah menyatakan kepada Gubernur Jenderal Belanda, ”Tak usah heran jika di negeri ini hampir setiap tahun timbul perbedaan penetapan awal dan akhir puasa (dan penetapan Idul Adha). Bahkan terkadang perbedaan itu terjadi antara kampung- kampung berdekatan” (Tempo, 26 Maret 1994). Pertanyaan Snouck Hourgronje tersebut tidaklah berlebihan, karena memang banyak sekali aliran pemikiran yang berkaitan dengan penetapan tersebut.

Aliran pemikiran itu muncul karena perbedaan pemahaman dasar hukum hisab-rukyat yang masih mujmal yakni hadis ”Shumu lirukyatihi wa afthiru lirukyatihi.” Bahkan, persinggungan Islam sebagai great tradition dan budaya lokal sebagai little tradition menumbuhkan aliran tersendiri, dalam hal ini sebagaimana munculnya aliran hisab Jawa Asapon dan hisab Jawa Aboge.

Secara keseluruhan aliran pemikiran yang berkaitan dengan penetapan awal bulan Qamariyah termasuk Idul Adha adalah sebagai berikut. Pertama, aliran hisab wujudul hilal. Aliran ini berprinsip jika menurut perhitungan (hisab), hilal dinyatakan sudah di atas ufuk, hari esoknya dapat ditetapkan sebagai tanggal baru tanpa harus menunggu hasil melihat hilal pada tanggal 29. Prinsip tersebut selama ini dipegang oleh Muhammadiyah.

Kedua, aliran rukyat dalam satu negara (rukyah fi wilayatil hukmi). Prinsip aliran ini berpegang pada hasil rukyat (melihat bulan tanggal satu) pada setiap tanggal 29. Jika berhasil melihat hilal, hari esoknya sudah masuk tanggal baru. Namun, jika tidak berhasil melihat hilal, bulan harus disempurnakan 30 hari (diistikmalkan) dan hanya berlaku dalam satu wilayah hukum negara.

Keberadaan hisab dipergunakan sebagai alat bantu dalam melakukan rukyat. Prinsip ini yang dipegangi Nahdlatul Ulama selama ini. Ketiga, aliran hisab ”imkanurrukyah” (hisab yang menyatakan hilal sudah mungkin dapat dilihat). Inilah aliran yang dipegangi pemerintah dengan standar imkanurrukyah 2 derajat dari ufuk. Keempat, aliran rukyat internasional atau rukyat global yang berprinsip jika di negara mana pun menyatakan melihat hilal, maka hal itu berlaku untuk seluruh dunia tanpa memperhitungkan jarak geografis.