Alkisah di negeri Arab ada seorang janda miskin yang mempunyai anak. Karena anaknya menangis kelaparan, janda itu terpaksa harus keluar rumah untuk mencari uang.
Di depan sebuah masjid, dia bertemu seorang muslim dan meminta bantuannya, “Anakku yatim dan kelaparan, aku minta pertolonganmu” kata janda itu menghiba.“Mana buktinya?” tanya lelaki muslim itu.Janda itu tidak dapat membuktikan karena dia sendiri orang asing di tempat itu. Akhirnya lelaki itu tidak menolongnya.
Setelah itu, janda miskin itu bertemu dnegna orang Majusi. Dia pun meminta bantuannya. Orang Majusi itu mengajak ke rumahnya, memuliakannya dan memberinya uang dan pakaian.
Pada malam harinya, lelaki muslim yang menolak menolong itu bermimpi berjumpa dengan Rasulullah. Semua orang mendatangi Nabi dan beliau menyambut mereka dnegan baik. Ketika tiba giliran lelaki itu menghadap Rasulullah, beliau mengusirnya dan menyuruhnya pergi. Lelaki itu berteriak, “Ya Rasulullah, aku ini umatmu yang mencintaimu juga”Rasulullah bertanya, “Mana buktinya?”
Lelaki itu tersadar, Rasulullah menyindirnya karena dia telah meminta bukti saat dimintai pertolongan. Dia menangis, Rasulullah lalu menunjukkan sebuah taman indah dan hunian indah di surga.“Lihat ini,” tutur Rasulullah. “Seharusnya semua ini kuberikan kepada mu. Tetapi karena kau tidak menolong janda dan anak yatim itu, kuberikan semua ini pada seorang Majusi”
Tidak ada kecantikan bagi seorang wanita, tiada pula keindahan, harga diri dan kedudukan kecuali beriman kepada Allah swt. Apabila dirinya tegak di... atas jalan ini, maka dia lah wanita yang mendapat petunjuk, diterima amalnya dan menjadi wanita pilihan disisi RabbNya. Namun, jika dia melepaskan jalan kebenaran tersebut,kafir terhadap Tuhannya, mengingkari agamanya dan melepaskan tuntutanNya, maka dia lah cermin kepada wanita yang murahan, hina dan terbuang. Pada saat itulah sinar kecantikan seorang wanita mulai menghilang, walau berkalung gugusan bintang di langit, meskipun bermahkota bintang gemini dan matahari terbit di keningnya. Wahai wanita muslimah yang jujur, wahai wanita mu'minah yang selalu kembali kepada Allah. Jadikanlah dirimu itu seperti sepohon kurma. Jauh dari keburukan, menjulang tinggi menghindar dari sifat mengangau.
Dilempar dengan batu dia menjatuhkan buahnya, tetap hijau pada musim panas mahupun dingin dan memberikan manfaat kepada sekalian manusia. Jadilah engkau orang yang menjauhi perkara-perkara yang rendah, keperibadianmu terjaga dari segala pola hidup yang menipu rasa malu. Ucapanmu adalah zikir, pandanganmu melahirkan ibrah, diammu adalah berfikir.
Saat itulah engkau mendapatkan ketenangan dan akan diterima oleh penduduk bumi. Tercurah segala pujian yang baik-baik, doa yang jujur dari semua makhluk, dan Allah swt akan menjauhkanmu dari awan kesempitan, bayang-bayang ketakutan, dan gumpalan kekeruhan. Tidurlah berbantalkan curahan doa orang-orang mu'min, lalu bangunlah untuk meraih pujian yang ditujukan kepadamu. Saat itulah engkau mula menyedari bahwa kebahagiaan bukan terdapat pada simpanan harta, kad kredit dan kereta, rumah yang bagaikan istana, mahupun pada kasih nya seorang manusia, namun pada ketaatan terhadap Zat Yang Maha Terpuji. Kedamaian hidup bukan pada hiasan keduniaan, bukan pula mengabdi kepada hamba, namun kepada kepatuhan terhadap Zat Yang Maha Mulia.
Pesanku, jadilah seorang wanita yang bermarwah, yang punya kedudukan tinggi di sisi Tuhannya. Di mana namanya sentiasa disebut-sebut dalam kalangan para malaikat, dan yang berjaya memperoleh cinta yang Teragung, iaitu cintanya Ya Rabb lantas menjadi wanita yang paling bahagia di dunia.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
Hari demi hari usiamu kian berkurang,Tapi engkau tidak pernah menyadarinya.Setiap hari Allah datangkan rezki kepadamu,Tapi engkau tidak pernah memujiNya.Dengan pemberian yang sedikit, engkau tidak pernah mau berlapang dada.Dengan pemberian yang banyak, engkau tidak juga pernah merasa kenyang.
Setiap hari Allah datangkan rezki untukmu.Tapi setiap malam malaikat datang kepadaNya dengan membawa catatan perbuatan jelekmu.Engkau makan dengan lahap rezkiNya,Tapi engkau tidak segan-segan pula berbuat durjana kepadaNya.
Allah kabulkan jika engkau memohon kepadaNya,KebaikanNya tak putus-putus mengalir untukmu.Namun sebaliknya, catatan kejelekanmu sampai kepadaNya tiada henti.Allah adalah pelindung terbaik untukmu,Tapi engkau hamba terjelek bagiNya.
Kau raup segala apa yang Allah berikan kepadamu,Tapi Allah tutupi kejelekan yang kau perbuat secara terang-terangan.Tidak malukah kalian kepada Allah?
Engkau melupakan AllahTapi engkau ingat pula kepada yang lain.Kepada manusia engkau merasa takut,Tapi kepada Allah engkau merasa aman-aman saja.Pada manusia engkau takut dimarahi,Tapi pada kemurkaan Allah engkau tak peduli.
1.1 Latar belakang masalahWarisan itu uang dan uang itu sangat menggoda. Uang itu fitnah dan seringkali menjadi sebab pertumpahan darah. Rasulullah SAW memprediksi akan terjadi fitnah besar-besaran gara-gara warisan. Saudara menjadi musuh dan antar keluarga tak lagi bertegur sapa. Salah satu sebabnya adalah minimnya pengetahuan tentang ilmu waris atau ilmu Fara’idh. Ilmu yang diramalkan sebagai ilmu yang paling cepat sirna dari permukaan bumi ini juga disebut sebagai separo ilmu agama dalam hal kepemilikan harta. Waris adalah salah satu sebab kepemilikan dari beberapa sebab yang digagas Syari’. Islam memperhatikan urusan waris dengan perhatian yang luar biasa, sehingga al-Qur’an membahasnya secara khusus. Al-Qur’an menjelaskan aturan waris-mewaris dengan sangat terperinci. Tidak ada aturan hukum lain yang dijelaskan sedemikian rupa dalam al-Qur’an selain mengenai harta warisan. Al-Qur’an menjelaskan hukum-hukum waris dan keadaan seluruh pewaris secara menyeluruh dan memuaskan. Juga disebutkan di dalam al-Qur’an rincian besar kecilnya bagian harta warisan yang berhak diperoleh oleh ahli waris.Ketika meneliti pembahasan tentang ketentuan pembagian harta waris menurut syari’at Islam, ternyata dapat kita temukan beberapa asas yang menjadi ciri tersendiri dari aturan waris Islam (faraidl), yang membedakannya dari aturan waris lainnya. Asas-asas yang dimaksud adalah: asas Ijbari, asas bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang dan asas semata karena kematian.Tiap-tiap asas di atas mempunyai definisi dan penjelasan tersendiri. Dalam makalah ini, akan dibahas salah satu dari lima asas tersebut, yakni asas individual. Mengetahui seluk beluk asas individual, pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada pemahaman yang sempurna dari maksud dan tujuan di balik aturan waris mewaris menurut ketentuan hukum kewarisan Islam (faraidl).
1.2 Rumusan masalah Apa yang dimaksud dengan asas individual dalam hukum kewarisan Islam? Apa yang menjadi dasar hukum dari adanya asas individual dalam ilmu kewarisan Islam? Bagaimana pandangan Ulama’ mengenai asas individual dalam ilmu kewarisan Islam?
Ada seorang perempuan tua yang taat beragama, tetapi suaminya seorang yang fasik dan tidak mau mengerjakan kewajiban agama dan tidak mau berbuat kebaikan.Perempuan itu senantiasa membaca Bismillah setiap kali hendak berbicara dan setiap kali dia hendak memulai sesuatu senantiasa didahului dengan Bismillah. Suaminya tidak suka dengan sikap isterinya dan senantiasa memperolok-olokkan isterinya.Suaminya berkata sambil mengejek,"Asyik Bismillah, Bismillah. Sekejap-sekejap Bismillah."
Isterinya tidak berkata apa-apa sebaliknya dia berdoa kepada Allah S.W.T. supaya memberikan hidayah kepada suaminya. Suatu hari suaminya berkata : "Suatu hari nanti akan aku membuat kamu kecewa dengan bacaan-bacaanmu itu."Untuk membuat sesuatu yang memeranjatkan isterinya, dia memberikan uang yang banyak kepada isterinya dengan berkata, "Simpan uang ini." Isterinya mengambil uang itu dan menyimpan di tempat yang aman, di samping itu suaminya telah melihat tempat yang disimpan oleh isterinya. Kemudian dengan senyap-senyap suaminya itu mengambil uang tersebut dan mencampakkan uang itu ke dalam perigi di belakang rumahnya.
Setelah beberapa hari kemudian suaminya itu memanggil isterinya dan berkata, "Berikan padaku uang yang aku berikan kepada mu dahulu untuk disimpan."Kemudian isterinya pergi ke tempat dia menyimpan uang itu dan diikuti oleh suaminya dengan berhati-hati dia menghampiri tempat dia menyimpan uang itu dia membuka dengan membaca, "Bismillahirrahmanirrahiim." Ketika itu Allah S.W.T. mengutus malaikat Jibrail A.S. untuk mengembalikan semua uang dan menyerahkan uang itu kepada suaminya kembali.
Alangkah terperanjat suaminya, dia merasa bersalah dan mengaku segala perbuatannya kepada isterinya, ketika itu juga dia bertaubat dan mulai mengerjakan perintah Allah, dan dia juga membaca Bismillah apabila dia hendak memulai sesuatu pekerjaan.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
hidayah dan taufik semata-mata dari Allah dan kita hanya bisa berusaha dan berusaha, namun namanya hidayah tetap kita serahkan pada-Nya.
Tidak usah jauh-jauh, cobalah kita perhatikan nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, penghulu para nabi. Lihatlah bagaimana kehidupan beliau. Perhatikanlah bahwa di waktu kecil saja, beliau dalam keadaan yatim, sudah ditinggalkan ibu bapaknya. Beliau tumbuh dalam keadaan fakir, lalu siapakah yang selalu menjaganya? Siapakah yang menumbuhkan keimanannya? Siapakah yang mewahyukan kitab suci Al Qur’an padanya? Dialah Allah subhanahu wa ta’ala, segala kenikmatan adalah dari-Nya, segala kemuliaan dan sanjungan berhak ditujukan pada-Nya.
Jika kita telah mengetahui hal ini, yakin bahwa yang memberi hidayah adalah Allah dan yakin pula bahwa setiap penjagaan adalah dari-Nya, maka hendaklah kita memanjatkan do’a pada-Nya agar anak dan keturunan kita menjadi sholeh dan baik. Mintalah pada-Nya agar keturunan kita senantiasa mendapat berkah, juga selamat dari berbagai bahaya dan kejelekan. Mintalah pada Allah, semoga mereka senantiasa mendapatkan perlindungan dari gangguan setan, manusia jahat, dan jin. Inilah kebiasaan orang sholih yang sebaiknya kita tiru.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
Hadist Shahih Bukhari No. 670-671 Jilid II670. Dari mughirah ra. Katanya ia mendengar dari Rasulullah saw. Bersabda: “ Sesungguhnya berdusta berkenaan dengan ucapanku tidaklah sama dengan dusta terhadap ucapan orang lain. Siapa yang sengaja berdusta tentang hadistku, maka hendaklah dia menempati tempatnya di neraka,”Saya mendengar juga Rasulullah saw. Bersabda: “Mayat yang diratapi, akan disiksa karena ratapan itu”.
671. Dari Ibnu Umar ra., katanya Nabi saw. Bersabda: “Mayat akan disiksa dalam kuburnya sebab ia diratapi.
Hadist Shahih Bukhari No. 679 Jilid IIDari Abdullah bin Umar ra., katanya: “Sa’ad bin Ubadah sakit, Nabi saw. Mengunjunginya bersama-sama dengn Abdurahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika Nabi tiba, ia sedang dikerumuni keluarganya. Nabi bertanya,”Telah berpulang?” Jawab mereka,:Belum Ya, Rasulullah!” Nabi saw. Menangis: orang banyak pun menangis pula melihat beliau menangis. Lalu beliau bersabda, “tidakkah kamu mendengar, bahwa Allah swt. Tidak meyiksa karena airmata dan tidak pula karena hati yang duka; tetapi Allah menyiksa karena ini (beliau menunjuk lidahnya) atau Allah mengasihi; sesungguhnya mayat itu disiksa karena ratap tangis keluarganya.
Al Qur’an menerangkan mengenai terputusnya amalan orang yang sudah meninggal.QS Al Baqarah 2:286Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."Dalam QS Al An’am 6: 164, seseorang akan menanggung dosa yang dia perbuat,Artinya: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu. dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan."Kebaikan maupun kesesatan diakibatkan dari perbuatan seseorang tersebut, dalam QS Al Israa’ 17: 15 diterangkan,Artinya: Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.QS Fathiir 35:18
Artinya: Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[ ]. dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu Tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan sembahyang. dan Barangsiapa yang mensucikan dirinya, Sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. dan kepada Allahlah kembali(mu).QS Az Zumar 39:7
Artinya: Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain[ ]. kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia memberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sesungguhnya Dia Maha mengetahui apa yang tersimpan dalam (dada)mu.
Keselarasan dengan hadist Hadist riwayat Abu Huraiah , Rasulullah saw bersabda: “Jika manusia sudah meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga, yaitu:- Shadaqah jariyah- Ilmu yang bermanfaat- Anak shalih yang selalu mendoakan kedua orangtuanya(HR Muslim (5/73), lafadz ini darinya, juga Bukhari dalam Adabul Mufrad [hal.8], Abu Dawud [2/15], Nasa’I [2/129], at-Thahawi, al Musykil [1/28], Baihaqi [6/278], Ahmad [2/372]
Perlu diketahui, bahwa kisah diselamatkannya Musa ‘alaihissalam bersama pengikutnya serta ditenggelamkannya Fir’aun dan bala tentaranya, terjadi pada hari yang kesepuluh dari bulan Muharram. Itulah hari yang kemudian dikenal dengan nama hari ‘Asyura. Hari tersebut merupakan hari yang diberi keutamaan dan dimuliakan sejak dahulu kala. Sehingga Nabi Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini sebagaimana hadits yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa shahabat ‘Abdullah ibn Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
Bahwasanya ketika masuk kota Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka: “Ada apa dengan hari ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka mengatakan: “Ini adalah hari yang agung, hari yang Allah selamatkan Musa dan kaumnya padanya serta Allah tenggelamkan Fir’aun dan pasukannya. Maka berpuasalah Musa sebagai bentuk rasa syukur dan kamipun ikut berpuasa padanya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kalau demikian, kami lebih berhak dan lebih pantas terhadap Musa daripada kalian.” Maka berpuasalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari tersebut serta memerintahkan para shahabatnya untuk melakukan puasa pada hari itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Dari hadits tersebut, kita dapatkan pelajaran bahwa para nabi adalah orang-orang yang menjadikan kemenangan sebagai sesuatu yang patut disyukuri, yaitu dengan menampakkan bahwa kemenangan datangnya adalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan manusia adalah makhluk yang lemah serta membutuhkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mendorong dirinya untuk beribadah dengan ikhlas kepada-Nya. Maka Nabi Musa ‘alaihissalam berpuasa pada hari tersebut. Begitu pula nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga tidak semestinya hari kemenangan itu justru dijadikan sebagai hari yang dirayakan untuk menampakkan kebanggaan atas kemampuan dan kekuatan bangsanya. Sehingga dirayakan dengan pesta-pesta dan foya-foya. Atau dengan mengadakan acara-acara hiburan serta petunjukan-pertunjukan yang sarat kemaksiatan. Namun semestinya hari tersebut mengingatkan akan kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga mendorong untuk menjalankan dan menegakkan syariat-Nya.Hadirin jamaah Jum’at rahimakumullah,isebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa ‘Asyura, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْـمَاضِيَةَ
“Puasa tersebut menghapus dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
Namun untuk menghindari keserupaan dengan ibadah orang-orang Yahudi dan Nashara, Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada umatnya untuk berpuasa pula pada hari sebelumnya. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih-nya dari shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau berkata:
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para shahabatnya untuk berpuasa pada hari tersebut, mereka (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, hari ini (‘Asyura) adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashara.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Jika aku menjumpai tahun yang akan datang, insya Allah aku akan berpuasa pula pada hari yang kesembilannya.” Abdullah ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Namun sebelum datang tahun berikutnya, Rasulullah sudah wafat.” (HR. Muslim)
Dari hadits-hadits tersebut, dapat kita pahami bahwa kaum muslimin disunnahkan untuk berpuasa pada hari yang kesembilan dan kesepuluh pada bulan Muharram, hari yang dikenal dengan Tasu’a dan ‘Asyura. Bahkan sebagian ulama menyebutkan disyariatkannya pula untuk berpuasa pada hari setelahnya yaitu hari yang kesebelas, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashara. Wallahu a’lam bish-shawab.
Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk melakukan puasa pada hari tersebut, dan mudah-mudahan kita mendapatkan keutamaan yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala janjikan.
Benarkah urusan jodoh, usia dan rezeki adalah takdir-takdir Tuhan?
(X-Jakarta)
Jawab :
Rezeki, jodoh dan usia adalah takdir Tuhan, itu benar demikian. Tetapi bukan hanya itu. Segala sesuatu ada takdirnya. Allah yang Menciptakan segala sesuatu, lalu Dia menetapkan atasnya qadr atau ketetapan dengan sesempurna-sempurnanya (QS Al-Furqan[25]:2). Allah telah menetapkan bagi segala sesuatu ketetapan(QS Al-Thalaq[65]:3). Banyak sekali ayat Al Quran yang mengulang hakikat tersebut. Walhasil, segala sesuatu termasuk manusia ada takdir yang ditetapkan Allah atasnya. Tidak ada sesuatu yang tanpa takdir termasuk terhadap manusia.
Kata takdir terambil dari kata qaddara yang berasal dari akar kata qadara yang, antara lain, berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran sehingga takdir adalah yang memberi kadar/ukuran/batas-batas tertentu dalam diri, sifat dan kemampuan maksimal, bagi setiap makhluk-Nya. Namun demikian, manusia tetap diberi kemampuan memilih yang mana di antara ukuran-ukuran yang ditetapkan Tuhan itu yang dapat diambil.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
1 . Bulu keningMenurut Bukhari " Rasullulah melaknat perempuan yang mencukur( menipiskan bulu kening atau meminta supaya dicukurkan bulu kening) " Riwayat Abu Daud Fi Fathil Bari
2 . Kaki ( tumit kaki )" Dan janganlah mereka ( perempuan ) membentakkan kaki( atau mengangkatnya ) agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan " An-Nur : 31
a ) menampakkan kakib ) menghayungkan/melenggokkan badan mengikut hentakkan kaki
3 . Wangian" Siapa sahaja wanita yang memakai wangi-wangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya ,maka wanita itu telah dianggap melakukan zina dan tiap-tiap mata ada zina " Riwayat Nasaii , Ibn Khuzaimah dan Hibban
4 . Dada" Hendaklah mereka (perempuan) melabuhkan kain tudung hingga menutupi dada-dada mereka " An-Nur : 31
Tambahkanlah kami dg ilmu pengetahuan yg bermanfaat dan masukkanlah kami ke dalam golongan orang2 yg shaleh! Ya Ilahi........
Engkaulah sumber keselamatan dan dari pada-Mulah datangnya keselamatan itu semua Maka hidupkanlah kami dg selamat sejahtera! Ya Allah.........
Masukkanlah kami ke dalam surga negri-Mu yg bahagia maha pemberi berkat! Maha tinggi Engkau wahai yg mempunyai keagungan dan kehormatan! Ya Rabb........
Bukakanlah pintu2 rahmat-Mu masukkanlah kami ke dalam ampunan-Mu!
Dengan nama Allah dan segala puji bagi Allah Salawat dan salam terhadap Rasulullah masukkanlah kami ke dalamnya! Sesungguhnya Baitullah itu rumah-Mu,Masjidilharam itu masjid-Mu,negri aman itu negri-Mu,kami ini hamba-Mu Dan tempat itu adalah tempat orang berlindung pada-Mu Ya Allah yg memelihara Ka'bah Merdekakanlah pada diri kami,abi/umi kami,saudara saudari kami,dan anak2 kami2 mukminin dan mukminat dari siksa neraka Wahai Tuhan yg maha pemurah yg mempunyai keutamaan,kelebihan,anugerah kebaikan Ya Rabb........
Baikkanlah kesudahan segenap urusan kami dan jauhkanlah kami dari kehampaan dan kehinaan di dunia dan siksa di akherat Sesungguhnya kami hamba-Mu tegak berdiri sholat bersujud menundukkan diri di hadapan-Mu Mengharapkan rahmat dari-Mu Kami takut akan siksa-Mu Kami mohon agar Engkau tinggikan nama kami, hapuskan dosa2 kami, perbaiki segala urusan kami, bersihkan hati kami, berikanlah cahaya kelak dalam kubur kami, Kami mohon pada-Mu martabat yg tinggi dalam surga-Mu
الله اكبر الله اكبر الله اكبر ولله الحمد سبحانك ماشكرناك حق شكرك يا الله سبحانك ما اعلى شأنك يا الله اللهم حبب إلينا الإيمان و زينه فى قلوبنا وكره إلينا الكفر والفسوق والعصيان واجعلنا من الراشدين. Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Hanya untuk Allah segala puji maha suci Engkau ketinggian-Mu Ya Allah cintakanlah kami kepada iman dan hiaskanlah di hati kami
Bencikanlah kami pada perbuatan kufur fasiq dan durhaka masukkanlah kami ke dalam golongan orang2 yg mendapat petunjuk-MU..Allahuma amin ya Allah..
Tidak Suka · Komentari · Bagikan
Anda, Tausiyah Abi Ridwan AlMahbuby dan 2 lainnya menyukai ini.
Saha Anjeun Amiin...
25 Desember jam 22:12 · Suka
Tulis komentar...
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih
Ar-Rahim, Yang Maha Penyayang Tanpa Batas, adalah salah satu asma al-husna, sebuah kualitas yang sesungguhnya membuat kita, manusia dan semesta seisinya, mesti bersyukur di setiap tarikan nafas. Mbah Nyut pernah berpikir, mengapa tempat bersemainya benih kehidupan dinamakan rahim pula. Adakah semacam hubungannya? Mbah Nyut lalu memberanikan diri bertanya kepada Syaikhuna.
Beliau menerangkan…
Allah berfirman dalam hadis Qudsi: “Akulah Tuhan dan Aku adalah Yang Maha Pengasih. Aku ciptakan rahim, dan Aku berikan padanya nama yang berasal dari Nama-Ku sendiri (ar-Rahim). Maka, barangsiapa “memutuskan” rahim, niscaya Aku akan memutuskan [dia dari-Ku], dan barang siapa “menyatukan” rahim, Aku akan menyatukan diri-Ku dengannya.”
Pada rahimlah kita saksikan miniatur kekuasaan daya cipta Allah. Allah berfirman dalam hadis Qudsi “Aku adalah perbendaharaan tersembunyi, dan Aku cinta untuk dikenal, maka Kuciptakan dunia agar Aku bisa dikenal.:
“Aku” Ilahiah adalah “ayah”, dan perbendaharaan tersembunyi adalah “ibu”; cinta adalah yang menggerakkan perbendaharaan tersembunyi itu menjadi maujud, yakni “anak.” Rahim, dari sisi jasmani, adalah “wadah” yang melahirkan diri kita sebagai manusia (bashar). Namun, dari sisi spiritual, hakikat kelahiran adalah ketika kita “diri ruhani” kita dilahirkan. Perlambang hakikat keruhanian murni adalah Isa as. Dan Isa lahir dari rahim yang masih suci, Perawan Maryam. Ini adalah misteri besar tentang kelahiran ruhani yang sesungguhnya dialami oleh setiap manusia.
Nafas ar-Rahman adalah tiupan yang abadi; Allah tidak sekali saja meniup lantas berhenti, sebab tiupannya adalah tiupan abadi. Tiupan ar-Rahman terus berlangsung tanpa akhir, karena Allah Maha Kekal dan aktivitasnya adalah Abadi – Allah senantiasa dalam kesibukan (S. ar-Rahman). Artinya, kita senantiasa “dibuahi” oleh Ruh Ilahi. Pada tiap momen sesungguhnya kita punya kemungkinan untuk menjadi manusia yang sesungguhnya, insan al-kamil. Setiap saat kita mempunyai kesempatan untuk menjadi “Ibu” – yakni yang melahirkan entitas-entitas permanen yang tersimpan dalam a’yan al-tsabithah, dalam Perbendaharaan Tersembunyi,” yakni saat kita menerima gelombang wahyu. Manusia diciptakan untuk melahirkan realisasi spirtual dan ini tergantung kepada kualitas penerimaan yang ada dalam diri kita. “Adam” diciptakan lengkap dengan semua kualitas. Adam adalah ayah sekaligus ibu; Adam “melahirkan” hawa, dan menjadi ayah yang membuahi “hawa” untuk melahirkan anak-anak.
Karenanya, perkawinan adalah perjanjian ikatan suci, karena ia diikat dengan kalimat syahadat. Ini berarti bahwa dalam ikatan perkawinan, manusia diharapkan menyatukan seluruh kualitas diri yang terpecah, agar siap menerima gelombang Wahyu yang abadi, dan, dalam analisis terakhir, kembali kepada persatuannya dengan Yang Ilahi. Ketika Adam terjatuh dari surga, tercerabut dari Keindahan Ilahi, Adam kehilangan ketentramannya. Adam mencari hakikat dirinya. Allah Yang Maha Pengasih lantas menyingkapkan Jamal-Nya (Keindahan-Nya) secara spesifik ke dalam lokus manifestasi yang tiada lain adalah Hawa, sang perempuan. Karenanya, Adam menemukan apa-apa yang dicarinya dalam diri Hawa.
Tetapi Adam dan Hawa tak cukup hanya saling memandang untuk kembali ke hakikat dirinya. Mereka harus bersatu; dan pernikahan adalah lambang dari persatuan ini. Kesatuan dan Pertemuan (wushul) dimaksudkan agar keseluruhan mencapai bagian dan vice versa. Pernikahan ini adalah ibadah yang tinggi. setiap tindakan ibadah memiliki kelezatan atau kenikmatan, dan setiap kenikmatan itu adalah tanda-tanda dari kenikmatan surgawi. Jadi jelas, kenikmatan “pertemuan” lebih besar ketimbang kenikmatan “melihat.”
Dalam bahasa awam, kenikmatan bersetubuh lebih besar ketimbang kenikmatan melihat persetubuhan. Jadinya, hubungan seksual yang suci dalam ikatan pernikahan yang sah adalah perlambang fana. Kini jelas, pernikahan adalah menyatukan kembali kualitas rahim yang melekat dalam diri setiap manusia, baik pria dan wanita.
Seorang pemuda tiba di Baghdad dalam perjalanannya menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ia membawa seuntai kalung senilai seribu dinar. Ia sudah berusaha keras untuk menjualnya, namun tidak seorang pun yang mau membelinya. Akhirnya ia menemui seorang penjual minyak wangi yang terkenal baik, kemudian menitipkan kalungnya. Selanjutnya ia meneruskan perjalanannya.
Selesai menunaikan ibadah haji ia mampir di Baghdad untuk mengambil kembali kalungnya. Sebagai ucapan terima kasih ia membawa hadiah untuk penjual minyak wangi itu.
“Saya ingin mengambil kembali kalung yang saya titipkan, dan ini sekedar hadiah buat Anda,” katanya.
“Siapa kamu? Dan hadiah apa ini?,” tanya penjual minyak wangi.
“Aku pemilik kalung yang dititipkan pada Anda,” jawabnya mengingatkan.
Tanpa banyak bicara, penjual minyak wangi menendangnya dengan kasar, sehingga ia hampir jatuh terjerembab dari teras kios, seraya berkata, “Sembarangan saja kamu menuduhku seperti itu.”
Tidak lama kemudian orang-orang berdatangan mengerumuni pemuda yang malang itu. Tanpa tahu persoalan yang sebenarnya, mereka ikut menyalahkannya dan membela penjual minyak wangi. “Baru kali ada yang berani menuduh yang bukan-bukan kepada orang sebaik dia,” kata mereka.
Laki-laki itu bingung. Ia mencoba memberikan penjelasan yang sebenarnya. Tetapi mereka tidak mau mendengar, bahkan mereka mencaci maki dan memukulinya sampai babak belur dan jatuh pingsan.
Begitu siuman, ia melihat seorang berada di dekatnya. “Sebaiknya kamu temui saja Sultan Buwaihi yang adil; ceritakan masalahmu apa adanya. Saya yakin ia akan menolongmu,” kata orang yang baik itu.
Dengan langkah tertatih-tatih pemuda malang ini menuju kediaman Sultan Buwaihi. Ia ingin meminta keadilan. Ia menceritakan dengan jujur semua yang telah terjadi.
Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga". (HR. Ibnu Majah no. 2412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Alhamdulillahi robbil ‘alamin. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Risalah kali ini adalah lanjutan dari risalah sebelumnya. Pada risalah sebelumnya, kami telah menjelaskan mengenai keutamaan orang yang memberi pinjaman, keutamaan memberi tenggang waktu pelunasan dan keutamaan orang yang membebaskan sebagian atau keseluruhan hutangnya. Pada risalah kali ini agar terjadi keseimbangan pembahasan, kami akan menjelaskan beberapa hal mengenai bahaya orang yang enggan melunasi hutangnya. Semoga bermanfaat.
Keutamaan Orang yang Terbebas dari Hutang
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu Majah no. 2412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”
Mati Dalam Keadaan Masih Membawa Hutang, Kebaikannya Sebagai Ganti
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah juga membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”
Itulah keadaan orang yang mati dalam keadaan masih membawa hutang dan belum juga dilunasi, maka untuk membayarnya akan diambil dari pahala kebaikannya. Itulah yang terjadi ketika hari kiamat karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham untuk melunasi hutang tersebut.
Urusan Orang yang Berhutang Masih Menggantung
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa hutangnya tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142)
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Al Mu’min: 14)
Yang dimaksud dengan ikhlas dalam do’a adalah memurnikan do’a dan amalan dari segala kotoran, menujukan seluruh amalan tersebut hanya pada Allah, dan tidak menjadikan sekutu bagi-Nya, tidak riya’, tidak sum’ah.[1]
(2) Ikutilah tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdo’a dan tidak boleh membuat perkara yang tidak ada dasarnya dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Yang dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam do’a adalah memulai do’a dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengangkat tangan ketika berdo’a, menghadap kiblat, berdo’a dalam keadaan suci atau berwudhu jika itu mudah, bertawassul kepada Allah (dengan nama dan sifat-Nya, dengan kebaikan yang pernah diperbuat, dengan do’a orang sholeh yang hidup dan ada di tempat), mengulangi yang diminta sebanyak tiga kali, dan lain-lain.
(3) Yakinlah akan diijabahinya do’a dan menghadirkan hati ketika berdo’a.
“Jika salah seorang dari kalian berdoa hendaklah benar-benar mantap dalam mengharap, dan janganlah mengatakan: 'Allahumma in syi'ta fa-a'thini (Ya Allah jika Engkau menghendaki maka berikanlah untukku), karena sesungguhnya Allah 'azza wajalla tidak dalam tekanan."[3]
(5) Pilihlah waktu terbaik agar mudah terijabahinya do’a.
Di antara waktu terbaik untuk berdo’a agar mudah diijabahi adalah antara adzan dan iqomah, saat sujud, di sepertiga malam terakhir, di akhir shalat, dan di saat hujan turun.
Penghalang Terijabahnya Do’a
(1) Makan, minum dan berpakaian dari yang haram, boleh jadi secara zatnya haram atau cara memperolehnya yang haram.
Dulu pada zaman Khalifah Al Manshur, salah seorang menterinya, Al-Ashma’i melakukan perburuan. Karena terlalu asyik mengejar hewan buruan ia terpisah dari kelompoknya dan tersesat di tengah padang sahara. Ketika rasa haus mulai mencekiknya, di kejauhan ia melihat sebuah kemah. Terasing dan sendirian. Ia memacu kudanya kearah sana dan menemukan penghuninya yang memukau : wanita muda dan jelita. Ia meminta air. Wanita itu berkata, “ Ada air sedikit, tetapi aku persiapkan hanya untuk suamiku. Ada sisa minumanku, kalau engkau mau ambilah”.
Tiba-tiba wajah wanita muda itu tampak siaga. Ia memandang kepulan debu dari kejauhan. ‘Suamiku datang ‘, katanya. Wanita muda itu kemudian menyiapkan air minum dan kain pembersih. Lelaki yang datang itu lebih mudah disebut bekas manusia. Seorang tua yang jelek dan menakutkan . Mulutnya tak henti-hentinya menghardik istrinya. Tidak satu pun perkataan keluar dari mulut perempuan itu. Ia membersihkan kaki suaminya, menyerahkan minuman dengan khidmat dan menuntunnya dengan mesra masuk ke kemah.
Sebelum pergi, Al-Ashma’i bertanya , “Engkau muda, cantik dan setia. Kombinasi yang jarang sekali terjadi. Mengapa engkau korbankan dirimu untuk melayani lelaki tua yang berahlak buruk ?”
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Al Mu’min: 14)
Yang dimaksud dengan ikhlas dalam do’a adalah memurnikan do’a dan amalan dari segala kotoran, menujukan seluruh amalan tersebut hanya pada Allah, dan tidak menjadikan sekutu bagi-Nya, tidak riya’, tidak sum’ah.[1]
(2) Ikutilah tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berdo’a dan tidak boleh membuat perkara yang tidak ada dasarnya dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)
Yang dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam do’a adalah memulai do’a dengan memuji Allah dan bershalawat kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengangkat tangan ketika berdo’a, menghadap kiblat, berdo’a dalam keadaan suci atau berwudhu jika itu mudah, bertawassul kepada Allah (dengan nama dan sifat-Nya, dengan kebaikan yang pernah diperbuat, dengan do’a orang sholeh yang hidup dan ada di tempat), mengulangi yang diminta sebanyak tiga kali, dan lain-lain.
(3) Yakinlah akan diijabahinya do’a dan menghadirkan hati ketika berdo’a.
“Jika salah seorang dari kalian berdoa hendaklah benar-benar mantap dalam mengharap, dan janganlah mengatakan: 'Allahumma in syi'ta fa-a'thini (Ya Allah jika Engkau menghendaki maka berikanlah untukku), karena sesungguhnya Allah 'azza wajalla tidak dalam tekanan."[3]
(5) Pilihlah waktu terbaik agar mudah terijabahinya do’a.
Di antara waktu terbaik untuk berdo’a agar mudah diijabahi adalah antara adzan dan iqomah, saat sujud, di sepertiga malam terakhir, di akhir shalat, dan di saat hujan turun.
Penghalang Terijabahnya Do’a
(1) Makan, minum dan berpakaian dari yang haram, boleh jadi secara zatnya haram atau cara memperolehnya yang haram.
Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyib (baik). Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do'anya?"[4]
(2) Terlalu tergesa-gesa, bahkan meninggalkan do’a.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
"Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, hendaknya kalian beramar ma'ruf dan nahi munkar atau jika tidak niscaya Allah akan mengirimkan siksa-Nya dari sisi-Nya kepada kalian, kemudian kalian memohon kepada-Nya namun do'a kalian tidak lagi dikabulkan."[6]
(4) Ada hikmah, Allah memberi ganti yang lebih baik.
Ingatlah bahwa terijabahinya do’a bisa jadi dengan tiga kemungkinan. Yaitu do’a tersebut terkabul dengan segera sesuai dengan yang diminta. Boleh jadi pula Allah menggantinya dengan dihindarkan dari kejelekan yang semisal. Boleh jadi juga Allah menyimpan do’a tersebut sebagai pahala di akhirat kelak. Itulah yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan dalam hadits, “Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.”[7]
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah pernah berkata, “Sebagian orang mengira bahwa do’anya tidak diijabahi. Padahal boleh jadi, do’a tersebut sudah diijabahi lebih dari yang diminta. Atau boleh jadi ia dipalingkan dari musibah atau penyakit, yang ini lebih dari yang ia minta. Boleh jadi pula, do’a tersebut ditunda hingga hari kiamat.”[8]
Mungkin karena adanya penghalang-penghalang di atas, sehingga permintaan seseorang sulit terkabul. Intinya, introspeksilah diri. Beberapa kiat agar diijabahinya do’a, berusaha untuk dipenuhi. Lalu penghalang-penghalang terkabulnya do’a dijauhi. Terus berusaha menjadi baik waktu demi waktu sehingga permintaan kita demi kebaikan dunia dan akhirat terkabul. Moga Allah beri kemudahan dalam bisnis, usaha dan kerja keras serta dikeluarkan dari segala kesulitan. Jangan bosan-bosan untuk selalu memohon pada Allah siang dan malam.
Kirimkan teman lain ingin ikut membaca juga. Terimakasih